Akrilamida
Akrilamida (AA) adalah senyawa larut air yang memiliki nama IUPAC prop-2-enamide (C3H5NO) dengan berat molekul 71,08 kDa. Akrilamida digunakan untuk memproduksi polyacrylamide polymer, yang dipakai dalam pengolahan air limbah, zat aditif dalam pembuatan kertas, penggalian tanah seperti bendungan dan terowongan, dan konstruksi bawah tanah (Kumar et al., 2018). Akrilamida dapat ditemukan dalam jumlah kecil pada produk seperti pelapis tahan air, kemasan makanan, dan bahan perekat. Senyawa ini juga terdapat pada proses pembakaran produk hasil tembakau.
Akrilamida
secara alamiah dapat terbentuk sebagai hasil dari reaksi kimia antara
karbohidrat dan asam amino, misalnya makanan yang dipanaskan pada suhu tinggi. Pada
tahun 2002, Badan Pangan Nasional Swedia menemukan AA pada makanan yang
diapanaskan dimana proses pembentukannya dipengaruhi suhu tertentu (Tareke et al., 2002). Pengukuran kadar AA dengan
liquid chromatography-mass spectrometry
pada makanan tinggi protein yang dipanaskan menunjukkan hasil 5 – 50 µg/kg, sedangkan kadar yang lebih
tinggi didapatkan pada makana yang mengandung karbohidrat tinggi yaitu 150 –
4000 µg/kg. Sementara itu, AA tidak terdapat pada makanan yang tidak
dipanaskan atau makanan yang direbus (Tareke et al., 2002).
Studi menunjukkan bahwa AA terbentuk dari reaksi
antara asam amino asparagin dan gula fruktosa atau glukosa selama proses
pemanasan dengan suhu tinggi melalui reaksi Milliard, yaitu reaksi enzimatik
antara asam amino dan gula tereduksi yang memberikan warna dan rasa selama
proses memanggang (Brathen & Knutsen, 2005). Hal ini menjelaskan mengenai
pembentukan AA pada makanan yang megandung asparagin, misalnya pada kentang dan
sereal (Mottram et al., 2002). Pada
kenyataannya, konsentrasi gula tereduksi pada makanan lebih menentukan
pembentukan AA dibandingkan kandungan asparagine (Muttucumaru et al., 2017).
Kandungan AA pada potato crisps berkisar antara 131 – 5360 µg/kg (Elmore et al., 2015). Sementara itu, rosti yang
terbuat dari kentang mengandung rata-rata 702 µg/kg (McCombie et al., 2016). Konsentrasi AA pada
berbagai produk roti berkisar antara limit
of quantification (LOQ) hingga 695 µg/kg, dimana kandungan AA tertinggi
terdapat pada roti gandum dan roti gandum utuh (Gunduz & Cengiz, 2015). Hal
sama ditemukan pada biksuit, sandwich, dan crackers. Pada makanan yang berbahan
dasar sereal dan kentang, kandungan AA berkisar antara 7,7 – 40 µg/kg (Mesias
& Morales, 2016).
Konsumsi dan Metabolisme Akrilamida
Sejak penemuan AA pada makanan, berbagai
studi telah dilakukan untuk mengetahui potensi karsinogenik pada manusia.
Meskipun AA menunjukkan sifat karsinogen pada hewan coba, tetapi beberapa studi
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara
asupan AA dan berbagai jenis kanker, seperti kanker pankreas, prostat, payudara,
dan endometrium (Wilson et al., 2012).
Beberapa studi menunjukkan hubungan yang mungkin antara asupan AA dan risiko
kanker, misalnya AA dapat meningkatkan risiko melanoma maligna pada pria (HR:
1,13, 95% CI: 1,01 – 1,26) tiap kenaikan sebesar 10 µg (Lipunova et al., 2016). Hal serupa dijumpai pada
penelitian yang dilakukan oleh Bongers et
al., yang menunjukkan bahwa AA dapat meningkatkan risiko keganasan limfatik
(seperti multiple myeloma dan follicular
lymphoma) pada laki-laki. Paparan terhadap akrilamida berhubungan dengan
kandungan akrilamida pada makanan, porsi konsumsi, frekuensi konsumsi, serta
cara penyimpanan dan metode pengolahan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Amerika Serikat (FDA) melakukan survey dan merilis daftar berbagai jenis
makanan beserta kandungan AA di dalamnya (www.fda.gov).
Absorpsi AA melalui kulit lebih rendah
karena kulit memiliki lapisan pelindung yang mengurangi penyerapan akrilamida (Fennel
et al., 2005). Meskipun demikian,
paparan akrilamida pada traktus digestivus dinilai penting dalam menentukan
jumlah akrilamida dan metabolitnya dalam sistem sirkulasi. Setelah masuk ke
dalam saluran pencernaan, akrilamida diabsorpsi dengan cepat dan dieliminasi
melalui urin, dengan waktu paruh 3,1 -
3,5 jam (Fennel et al., 2006).
Akrilamida juga dapat mengalamai oksidasi menghasilkan glycamide yang bersifat genotoxic
dengan bantuan enzim Cytochrome P450 2E1 (CYP2E1)
di hati (Bregmark et al., 1991).
Variasi paparan akrilamida dapat terjadi karena polimorfisme pada enzim CYP2E1
yang menyebabkan enzim tersebut memeiliki kecepatan katalisis yang berbeda.
Lebih lanjut, senyawa yang dapat menekan aktivitas enzim CYP2E1, seperi alil sulfide
dan dialil sulfida, dapat menurunkan pembentukan glycamide dari akrilamida. Senyawa dialil sulfida yang terdapat
pada Allium sativum atau bawang putih
mampu menekan aktivitas enzim CYP2E1 dan menurunkan metabolisme akrilamida
menjadi glycamide pada uji in vivo (Taubert et al., 2006).
Akrilamida dimetabolisme di dalam tubuh menjadi metabolit epoksida, glycamide (GA). Akrilamida dan glycamide akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah membentuk HbAA dan HbGA. Perokok dan perokok pasif memiliki kadar HbAA dan HbGA yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok (Vesper et al., 2010). Konsentrasi HbAA di umbilical chord pada wanita hamil tercatat berkisar antara 45 – 50% dari kadar HbAA maternal (Schettgen, 2004). Kemampuan akrilamida melewati plasenta telah menjadi perhatian mengenai kemanannyaa dan efeknya terhadap kesehatan.
Edit: 11 Aug 2019
Referensi
Akrilamida dimetabolisme di dalam tubuh menjadi metabolit epoksida, glycamide (GA). Akrilamida dan glycamide akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah membentuk HbAA dan HbGA. Perokok dan perokok pasif memiliki kadar HbAA dan HbGA yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok (Vesper et al., 2010). Konsentrasi HbAA di umbilical chord pada wanita hamil tercatat berkisar antara 45 – 50% dari kadar HbAA maternal (Schettgen, 2004). Kemampuan akrilamida melewati plasenta telah menjadi perhatian mengenai kemanannyaa dan efeknya terhadap kesehatan.
Edit: 11 Aug 2019
Referensi
- Bongers ML, Hogervorst JG, Schouten LJ, Goldbohm RA, Schouten HC, van den Brandt PA. Dietary acrylamide intake and the risk of lymphatic malignancies: the Netherlands Cohort Study on diet and cancer. PLoS One (2012) 7(6):e38016.
- Brathen E, Knutsen SH. Effect of temperature and time on the formation of acrylamide in starch-based and cereal model systems, flat breads and bread. Food Chem (2005) 92(4):693–700.
- Bergmark E, Calleman CJ, Costa LG. Formation of hemoglobin adducts of acrylamide and its epoxide metabolite glycidamide in the rat. Toxicol Appl Pharmacol. 1991 Nov;111(2):352–363.
- Elmore JS, Briddon A, Dodson AT, Muttucumaru N, Halford NG, Mottram DS. Acrylamide in potato crisps prepared from 20 UK-grown varieties: effects of variety and tuber storage time. Food Chem (2015) 182:1–8.
- fda.gov. Survey data on acrylamide in food: Total diet study. 2004 Revised Oct 2006. https://www.fda.gov/food/chemicals/survey-data-acrylamide-food-total-diet-study-results
- Fennell TR, Sumner SC, Snyder RW, Burgess J, Spicer R, et al. Metabolism and hemoglobin adduct formation of acrylamide in humans. Toxicol Sci. 2005 May;85(1):447–459.
- Fennell TR, Sumner SC, Snyder RW, Burgess J, Friedman MA. Kinetics of elimination of urinary metabolites of acrylamide in humans. Toxicol Sci. 2006 Oct;93(2):256–267.
- Gunduz CPB, Cengiz MF. Acrylamide contents of commonly consumed bread types in Turkey. Int J Food Prop (2015) 18(4):833–41
- Kumar J, Das S, Teoh SL. Dietary Acrylamide and the Risks of Developing Cancer: Facts to Ponder. Frontiers in Nutrition. 2018;5:14.
- Lipunova N, Schouten LJ, van den Brandt PA, Hogervorst JG. A prospective cohort study on dietary acrylamide intake and the risk for cutaneous malignant melanoma. Eur J Cancer Prev (2016) 26(6):528–31.
- McCombie G, Biedermann M, Biedermann-Brem S, Suter G, Eicher A, Pfefferle A. Acrylamide in a fried potato dish (rosti) from restaurants in Zurich, Switzerland. Food Addit Contam (2016) 9(1):21–6.
- Mesias M, Morales FJ. Acrylamide in coffee: estimation of exposure from vending machines. J Food Compos Anal (2016) 48:8–12.
- Mottram DS, Wedzicha BL, Dodson AT. Food chemistry: acrylamide is formed in the Maillard reaction. Nature (2002) 419:448–9.
- Muttucumaru N, Powers SJ, Elmore JS, Dodson A, Briddon A, Mottram DS, et al. Acrylamide-forming potential of potatoes grown at different locations, and the ratio of free asparagine to reducing sugars at which free asparagine becomes a limiting factor for acrylamide formation. Food Chem (2017) 220:76–86.
- Schettgen T, Kutting B, Hornig M, Beckmann MW, Weiss T, et al. Trans-placental exposure of neonates to acrylamide--a pilot study. Int Arch Occup Environ Health. 2004 Apr;77(3):213–216.
- Tareke E, Rydberg P, Karlsson P, Eriksson S, Tornqvist M. Analysis of acrylamide, a carcinogen formed in heated foodstuffs. J Agric Food Chem (2002) 50(17):4998–5006.
- Taubert D, Glockner R, Muller D, Schomig E. The garlic ingredient diallyl sulfide inhibits cytochrome P450 2E1 dependent bioactivation of acrylamide to glycidamide. Toxicol Lett. 2006 Jun 20;164(1):1–5.
- Vesper HW, Caudill SP, Osterloh JD, Meyers T, Scott D, et al. Exposure of the U.S. population to acrylamide in the National Health and Nutrition Examination Survey 2003–2004. Environ Health Perspect. 2010 Feb;118(2):278–283.
- Wilson KM, Giovannucci E, Stampfer MJ, Mucci LA. Dietary acrylamide and risk of prostate cancer. Int J Cancer (2012) 131(2):479–87.
terimakasih ulasannya..
ReplyDelete