Header Ads

Header ADS

Pemetaan Receptor Binding Domain MERS-CoV 231-Residu pada Protein Spike yang Efisien Menghasilkan Antibodi Netralisasi

     Sekitar 10 tahun setelah kejadian luar biasa severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV), dunia dihadapkan dengan pandemi baru yaitu coronavirus yang cukup mematikan. Virus tersebut awalnya diberi nama dengan human coronavirus-EMC (hCoV-EMC) (Zaki et al., 2012) dan kemudian diganti menjadi Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV), merujuk pada kemunculannya pertama kali di Timur Tengah dan sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus tersebut, yang merupakan genus Betacoronavirus (de Groot et al., 2013). Seperti halnya SARS-CoV, pasien yang terkena oleh MERS-CoV mengalami infeksi saluran pernapasan bawah yang parah dan dapat menyebabkan kematian. Distribusi geografis dari individu yang terinfeksi dan tidak terhubung secara epidemiologis merujuk pada penularan zoonosis yang terputus-putus dari sumber hewan, sedangkan sejumlah kelompok tertentu dilaporkan menunjukkan penyebaran dari manusia ke manusia (Health Protection Agency, 2013).

     Penentu utama tropisme coronavirus adalah protein spike virus (S-Protein), yang berperan dalam ikatan antara virus dengan reseptor permukaan sel. S-Protein MERS-CoV, merupakan glikoprotein membran tipe I yang terdiri dari 1353 asam amino, tersusun menjadi trimer menyerupai paku pada permukaan selubung coronavirus. Protein tersebut menggabungkan dua fungsi penting dalam masuknya virus, yaitu ikatan reseptor host dan fusi membran, yang berkaitan dengan N-terminal domain (spike S1, residu 1 – 751) dan C-terminal domain (spike S2, residu 752 – 1353) bagian dari S-Protein (gambar 1a). Identifikasi terhadap sel menunjukkan dipeptidyl peptidase 4 (DPP4, yang juga dikenal dengan CD26) diekspresikan pada paru-paru manusia, merupakan reseptor fungsional dari MERS-CoV. Meskipun demikian, MERS-CoV juga dapat menggunakan protein DPP4 yang terkonservasi secara evolusioner dari spesies lain, terutama pada kelelawar (Raj et al., 2013).

Gambar 1. RBD pada Betacoronavirus spike protein dan konstruksi ekspresi S1-Fc. (a) Representasi skematik dari sekuens spike protein Betacoronavirus SARS-CoV, MERS-CoV, dan MHV (strain A59) sejajar pada pertemuan S1-S2. RBD yang diketahui pada subunit S1 dari MHV dan SARS-CoV serta regio homolognya pada MERS-CoV yang digambarkan dengan ClustalW alignment. Posisi dari Transmembrane Domain (TM) digambarkan dengan warna kuning menurut prediski TMHMM server dan prediksi lokasi N-glikosilasi diberi tanda Ψ sesuai prediksi NetNGlyc server pada MERS-CoV. Batas antara subunit S1 dan S2 dari S-Protein di tandai dengan garis vertikal berwarna putih. (b, atas) Representasi skematik dari sekuens subunit S1 MERS-CoV (residu 1 – 751). Posisi sistein pada subunit S1 diindikasikan dengan garis vertikal putih dengan posisi asam amino yang sesuai pada bagian atas. Posisi asam amino sistein yang sangat terkonservasi pada protein S1 betacoronavirus dalam huruf tebal. Prediksi hubungan ikatan disulfida inferensi dari struktur RBD SARS-CoV direpresentasikan dengan garis hitam pada bagian bawah. (b, bawah) Domain dari subunit S1 MERS-CoV yang diekspresikan sebagai chimera Fc.

     Coronavirus berikatan dengan reseptor melalui lipatan independen, umumnya sekitar 150 – 300 residu Receptor Binding Domain (RBD) yang terdapat pada subunit S1, yang lokasinya dapat bervariasi pada S1 (Graham & Baric, 2010). Demikian, untuk Betacoronavirus mouse hepatitis virus (MHV), ikatan dengan reseptor carcinoembryonic antigen-related cellular adhesion molecule (CAECAM) terdapat pada N-terminal domain sekitar 300 residu asam amino dari protein spike (Kubo et al., 1994), di mana SARS-CoV yang berasal dari genus yang sama, berikatan dengan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) pada residu 323 – 501 dari subunit S1 (Wong et al., 2004) (Gambar 1a). Identifikasi RBD dapat membantu dalam pengembangan antibodi monoklonal dan vaksin untuk tatalaksana dan pencegahan infeksi. RBD merupakan target yang paling penting dari antibodi netralisasi, dan mencegah interaski virus dengan reseptor (He et al., 2004).

     Pada penelitian digunakan domain S1 dari MERS-CoV yang bergabung dengan regio Fc pada IgG untuk mendemonstrasikan interaksi antara S1 dengan sel yang mengekspresikan DPP4 dan DPP4 terlarut (misalnya non membrane anchored). Untuk mengidentifikasi RBD pada S1 subunit MERS-CoV, dibuat chimera S1-Fc protein dengan pemotongan pada N-terminal domain dan C-terminal domain dari subunit S1. Terdapat tiga struktur domain dari protein subunit S1 MERS-CoV (residu 1 – 357, 358 – 588, dan 589 – 747) berdasarkan prediksi lokasi dan struktur RBD dari dua Betacoronavirus lainnya, MHV dan SARS-CoV (Peng et al., 2011), di mana regio homolog untuk MERS-CoV pada residu 18 hingga 351 dan 379 – 580 secara berurutan (gambar 1b). Selain itu, bentuk terlarut dari DPP4 (residu 39 hingga 766) dibuat dengan ditandai pada C-terminal menggunakan regio Fc. Protein tersebut dieskpresikan pada sel HEK-293T setelah transfeksi dengan masing-masing ekspresi plasmid dan selanjutnya afinitas dimurnikan dari supernatant kultur sel dengan protein A-Sepharose beads yang telah dijelaskan oleh Raj et al. (2013). Regio Fc dari purifikasi soluble DPP4 (sDPP4)-Fc dipisahkan secara proteolisis dengan tripsin (data tidak ditampilkan). Pertama, dilakukan analisa terhadap protein S1-Fc dan trunkasi C-terminal subunit S1 untuk melihat kemampuannya berinteraksi dengan sDPP4 dengan copurification assay. sDPP4 secara efektif terkopurifikasi dengan varian S1-Fc yang mencakup residu 1 – 588 dan 1 – 747, di mana residu 1 – 357 dari varian S1-Fc tidak dapat berikatan dengan sDPP4 (gambar 2a). Kemudian dilihat varian S1-Fc yang mencakup residu 358 – 588, regio yang homolog dengan RBD untuk ACE2 pada SASR-CoV subunit S1 (gambar 2a). Varian trunkasi S1-Fc ini dapat berikatan secara efisine dengan sDPP4, mengindikasikan bahwa RBD untuk DPP4 terletak di antara residu 358 – 588 pada protein spike MERS-CoV.


Gambar 2. DPP4 binding domain terletak pada residu 358 – 588 dari protein spike MERS-CoV dan secara efisien memunculkan antibodi netralisasi. (a) Protein chimera S1 – Fc dan reseptor sDPP4 diekspresikan oleh sel HEK-293T dan dipurifikasi dari supernatant kultur sel. Protein S1-Fc dicampur dengan sDPP4, diisolasi dengan afinitas protein A-Sepharose, dianalisis pada gel NoVEX dalam kondisi non reduksi, dan diwarnai dengan reagen GelCodeBlue. Posisi dari protein S1 – Fc dan sDPP4 (berupa dimer pada kondisi non reduksi karena adanya ikatan disulfide antara Fc), serta ukuran protein marker, diindikasikan. Protein induvidula digunakan sebagai kontrol. (b) Ikatan protein S1 – Fc MERS-CoV dengan sel yang mengekspresikan DPP4. Sel HEK-293T (2,5 x 105) yang ditransfeksi dengan plasmid ekspresi kontrol pCAGGS (area berwarna abu-abu) atau dengan pCAGGS-DPP4 (garis berwarna hitam) diinkubasi dengan S1 – Fc sebanyak 15 ug/mL dan kemudian diinkubasi dengan DyLight488-labeled goat anti-human IgG antibody serta dianalisis dengan flow cytometry. Protein chimera Fc yang mengandung S1 dari infectious bronchitis virus (IBV-S1-Fc) dimasukkan ke dalam kontrol negatif. (c) Inhibisi infekis MERS-CoV oleh varian S1-Fc 1-747, 1-357, dan 358-588. Sel Huh7 sebelumya diinkubasi dengan S1-Fc 1-747, 1-357, atau 358-588 pada 40 ug/mL selama 0,5 jam sebelum inokulasi virus (1 jam), yang dilakukan pada suhu ruangan. Mock-incubated cells (kontrol) dan sel yang diinkubasi dengan antibodi poliklonal anti-DPP4 dimasukkan sebagai kontrol. Setelah diinkubasi selama 8 jam pada suhun 37 0C, sel yang terinfekis dideteksi dengan immunofluoresensi dan infeksi di kuantifikasi (relative terhadap kontrol). Error bar menunjukkan standar error dari rata-rata. (d) Netralisasi dari infeksi MERS-CoV oleh antisera kelinci terhadap varian S1-FC 1 – 747, 1 – 357, dan 358 – 588. Virus (200 PFU) dicampur 1:1 dengan dilusi serial yang diperoleh (grafik terbuka) atau setelah imunisasi (grafik tertutup) sebelum dilakukan inokulasi pada sel, dan adanya virus dideteksi dengan adanya efek sitopatik setelah 72 jam post infeksi. Virus neutralization titer (VNT) ditentukan dalam kelipatan empat dari dilusi serum tertinggi yang secara keseluruhan mencegah efek sitopatik.


     Pengujian dilakukan untuk melihat kemampuan varian S1-Fc dalam berikatan dengan sel HEK-293T yang mengekspreksikan DPP4 menggunakan flow cytometry. Varian S1-Fc yang mencakup residu 1 - 588 dan 358 – 588 berikatan dengan sel yang mengekspresikan DPP4 dengan efisiensi yang sebanding dengan protein S1 lengkap, di mana ikatan tidak teramati pada residu 1 – 357 dari varian S1-Fc (gambar 2b). Data ini menunjukkan bahwa asam amino 358 – 588 berperan penting dalam ikatan dengan sel yang mengekspresikan DPP4.

     Untuk mengonfirmasi interaksi yang teramati dengan uji biologis, analisis dilakukan untuk melihat kemampuan varian S1-Fc dalam mencegah infeksi MERS-CoV. Dengan demikian, preinkubasi dilakukan pada sel Huh7 dengan varian S1-Fc yang berbeda sebelum diinokulasi dengan MERS-CoV. Varian yang meliputi residu 1 hingga 747 dan 358 hingga 588 menghambat infeksi, tetapi tidak terjadi pemghambatan pada residu 1 hingga 357 dari varian S1-Fc (gambar 2c).

     Antibodi poliklonal dihasilkan dari kelinci terhadap varian 1 – 747, 1 – 357, dan 358 – 588 dari protein rekombinan S1-Fc. Sera, yang menunjukkan titer ELISA yang sama terhadap antigen, diuji kemampuannya untuk menetralkan infektivitas virus. Antibodi tampak meningkat terhadap varian residu 358 – 588 dari S1-Fc dan efisien menetralkan infektivitas virus serta lebih superior daripada peningkatannya terhadap residu 1 – 747 dan 1 – 357 dari varian S1-Fc (gambar 2d). Hal ini menunjukkan bahwa epitop penetralan dalam S1 terletak terutama pada regio RBD. Antibodi yang dihasilkan cenderung menghambat interaksi antara protein spike dengan DPP4, sehingga menetralkan infektivitas MERS-CoV. Akan tetapi, antibodi yang muncul terhadap MERS-CoV tidak dapat menetralisasi infektivitas SARS-CoV. Hasil ini menunjukkan potensi dari protein subunit S1 dan polipeptida S1 358 – 588 sebagai vaksin subunit dengan tingakt keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan vaksin berbasis virus inaktif atau virus yang dilemahkan.

     Terdapat pengecualian pada betacoronavirus MHV, yang berikatan dengan reseptor CAECAM melalui domain pada bagian N-terminal dari protein spike S1, RBD dari semua coronavirus lain yang melibatkan reseptor protein dan telah diamati terjadi pada C-terminal domain (CTD) dari spike S1 (gambar 3). Contoh lain yaitu alphacoronavirus yang berikatan dengan reseptor ACE2 (hCoV-NL63) dan aminopeptidase-N (APN; misalnya transmissible gastroenteritis virus [TGEV], hCoV-229E) (Li et al., 2006). Pada studi yang dilakukan oleh Mou et al (2013), pengamatan terhadap RBD dari MERS-CoV pada fragmen 231-residu asam amino (358 – 588) dari protein spike, sesuai dengan regio S1 yang mengalami antisipasi terhadap interaksi dengan reseptor DPP4. RBD dari protein S1 MERS-CoV terlokalisir pada regio yang sama di mana protein spike SARS-CoV berinteraksi dengan respetor ACE2 (Jiang et al., 2013). RBD SARS-CoV menampilkan struktur inti 5-untai β-sheet (β1 – β4 dan β7) yang menjaga konformasi domain secara keseluruhan dan loop panjang yang terdiri dari dua anti-parallel β-sheet (β5 dan β6) dan bertanggung jawab terhadap ikatan dengan reseptor. Perbandingan dengan protein spike SARS-CoV, RBD dari MERS-CoV memiliki domain inti yang lebih terkonservasi tetapi regio loop yang lebih variabel, menjelaskan terdapatnya perbedaan reseptor. Kristalisasi dan analisis struktur dari regio RBD MERS-CoV yang membentuk kompleks dengan DPP4 memberikan detail antarmuka interaksi protein spike dan reseptor (Mou et al., 2013).

Gambar 3. Lokasi RBD pada protein spike coronavirus. Tampak gambaran skematik dari alphacoronavoirus TGEV  dan hCoV-NL63 serta betacoronavirus MERS-CoV, SARS-CoV, danm MHV (digambarkan sesuai dengan skala) disejajarkan pada junction S1-S2. Kotak berwarna biru merupakan RBD yang dikonfromasi dengan kristalografi (Wong et al., 2004). Kotak berwarna abu-abu merupakan domain transmembran.

Edit: 21 Mei 2020


Referensi:

  • de Groot, R. J., Baker, S. C., Baric, R. S., Brown, C. S., Drosten, C., Enjuanes, L., Fouchier, R. A., Galiano, M., Gorbalenya, A. E., Memish, Z., Perlman, S., Poon, L. L., Snijder, E. J., Stephens, G. M., Woo, P. C., Zaki, A. M., Zambon, M., Ziebuhr, J. 2013. Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV); announcement of the Coronavirus Study Group. J Virol. 87(14):7790-2.
  • Graham, R. L. & Baric, R. S. 2010. Recombination, reservoirs, and the modular spike: mechanisms of coronavirus cross-species transmission. J Virol. 84:3134–3146.
  • Health Protection Agency (HPA) UK Novel Coronavirus Investigation Team 2013. Evidence of person-to-person transmission within a family cluster of novel coronavirus infections, United Kingdom, February 2013. Euro Surveill. 18:20427.
  • He, Y., Zhou, Y., Liu, S., Kou, Z., Li, W., Farzan, M., Jiang, S. 2004. Receptor-binding domain of SARS-CoV spike protein induces highly potent neutralizing antibodies: implication for developing subunit vaccineBiochem Biophys Res Commun324:773–781.
  • Li, W., Wong, S. K., Li, F., Kuhn, J. H., Huang, I. C., Choe, H., Farzan, M. 2006. Animal origins of the severe acute respiratory syndrome coronavirus: insight from ACE2-S-protein interactions. J. Virol. 80:4211–4219.
  • Peng, G., Sun, D., Rajashankar, K. R., Qian, Z., Holmes, K. V., Li, F. 2011. Crystal structure of mouse coronavirus receptor-binding domain complexed with its murine receptor. Proc Natl Acad Sci USA. 108:10696–10701.
  • Raj, V. S., Mou, H., Smits, S. L., Dekkers, D. H., Muller, M. A., Dijkman, R., Muth, D., Demmers, J. A., Zaki, A., Fouchier, R. A., Thiel, V., Drosten, C., Rottier, P. J., Osterhaus, A. D., Bosch, B. J., Haagmans, B. L. 2013. Dipeptidyl peptidase 4 is a functional receptor for the emerging human coronavirus-EMC. Nature 495:251–254.
  • Wong, S. K., Li, W., Moore, M. J., Choe, H., Farzan, M. 2004. A 193-amino acid fragment of the SARS coronavirus S protein efficiently binds angiotensin-converting enzyme 2. J Biol Chem. 279:3197–3201.

No comments

Tulis komentar Anda...

Powered by Blogger.