Header Ads

Header ADS

Abnormalitas Gelombang T

Elektrokardiografi
     Elektrokardiogram (EKG) merupakan grafik dua sumbu yang menggambarkan aktivitas kelistrikan jantung dari waktu ke waktu. Grafik pada EKG memberikan gambaran waktu-voltase dari jantung, dengan sumbu horizontal (sumbu X) menunjukkan waktu, dan sumbu vertikal (sumbu Y) menunjukkan voltase. EKG memberikan dasar diagnosis klinis dan manajemen pasien, baik pada pasien rawat inap di rumah sakit maupun pada pasien rawat jalan. Elektrokardiograf merupakan alat konvensional yang digunakan untuk mengukur dan menampilkan gambaran kelistrikan jantung. Alat tersebut mengukur arus listrik (voltase) menggunakan beberapa elektroda yang secara standar ditempelkan pada dinding dada (precordial lead), pergelangan tangan, dan pergelangan kaki. Pada kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk pemasangan semua elektroda (misalnya Instalasi Gawat Darurat [IGD], Cardiac Care Units [CCUs], Intensive Care Units [ICUs]), atau pada ambulan), perekaman aktivitas kelistrikan jantung hanya dilakukan dengan memasang beberapa lead precordial (Goldberger et al., 2013).

     Fungsi dasar dari otot jantung adalah kontraksi secara ritmis untuk memompa darah menuju paru-paru dan kemudian mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke sirkulasi sistemik. Sinyal untuk kontraksi otot jantung merupakan arus listrik yang dialirkan melalui otot jantung. Arus listrik tersebut dihasilkan oleh sel pacemaker dan jaringan konduksi khusus di jantung serta otot jantung itu sendiri. Pacemaker bertindak sebagai osilator yang menghasilkan impuls listrik secara berulang. Sementara sel otot jantung dan jaringan konduksi mengantarkan listrik ke seluruh bagian jantung. Elektrokardiogram memiliki peranan penting dalam memahami aktivitas kelistrikan jantung (Yang et al., 2015), menentukan diagnosis klinis dan prognosis dari penyakit kardiovaskuler (Gabbay et al., 1996).


GELOMBANG T NORMAL

     Gelombang T menggambarkan repolarisasi ventrikel. Gelombang T normal memiliki bentuk yang asimetris, puncak gelombang lebih dekat dengan akhir gelombang dibandingkan dengan awal gelombang T. Pada saat gelombang T positif, gelombang tersebut naik secara perlahan dan kemudian kembali ke baseline. Jika gelombang T positif, secara perlahan gelombang tersebut turun dan kemudian naik kembali ke baseline. Asimetri gelombang T normal kontras dengan simetri gelombang T dalam kondisi abnormal tertentu, misalnya pada myocard infarct (MI) dan hyperkalemia (Goldberger et al., 2013).

Gelombang T Normal
     Secara umum, repolarisasi ventrikel bersifat pasif, yang tidak memerlukan energi seluler yang besar seperti depolarisasi. Perubahan gelombang T dapat dipengaruhi oleh cadiac mupun ­non cardiac (misalnya hormonal atau neurologis) dan memiliki gambaran yang bervariasi (Thaler, 2012). Pada jantung normal, repolarisasi biasnaya diawali dari bagian otot jantung yang terakhir kali mengalami depolarisasi, kemudian bergerak mundur, berlawanan dengan arah depolarisasi. Depolarisasi memberikan gambaran gelombang R pada EKG dengan defleksi positif maupun negatif, pada elektroda yang sama akan diikuti oleh gelombang T yang memiliki defleksi yang sama dengan gelombang R ketika repolarisasi ventrikel. Sehingga pada EKG normal dapat ditemukan gelombang T positif pada lead dengan R positif. Amplitudo atau tinggi gelombang T berkisar antara 1/3 atau 2/3 dari tinggi gelombang R pada lead yang sama. Tinggi gelombang T normal tidak melebihi 5 mm pada lead ektremitas, dan kurang dari 10 mm pada lead precordial (Wei Qin, 2013), meskipun beberapa literatur menyebutkan kurang dari 15 mm.

     Defleksi positif gelombang T normal dapat ditemukan pada semua lead kecuali avR, aVL, III, dan lead V1. Amplitudo gelombang T tertinggi terdapat pada lead V2 dan V3. T-inversi normal pada lead V1 – V4 sering ditemukan pada anak-anak. Sementara, T-inversi jarang ditemukan pada dewasa, tetapi dapat merupakan variasi normal pada lead V1 – V3. Ketinggian atau kedalam gelombang T akan berkurang dari satu lead ke lead berikutnya (Hanna & Glancy, 2011).


PERUBAHAN ABNORMAL GELOMBANG T

     Perubahan pada segmen ST maupun gelombang T menunjukkan adanya abnormalitas pada repolarisasi ventrikel atau kelainan sekunder pada depolarisasi ventrikel. Perubahan tersebut dapat diakibatkan karena iskemia miokard maupun ketidakseimbangan elektrolit.  Perubahan gelombang T karena iskemia miokard dapat kembali normal apabila aliran darah dan oksigen kembali normal pada otot jantung yang iskemia. Beberapa abnormalitas pada gelombang T diantaranya adalah sebagai berikut:


T Tinggi

     Perubahan ini ditandai dengan gelombang T yang tinggi, sempit, dan runcing serta simetris. T tinggi ditemukan pada hiperkalemia. Hiperkalemia sendiri merupakan kondisi klinis yang berbahaya karena dapat menyebabkan ventrikel takikardia (VT), ventrikel fibrilasi (VF), henti jantung dan kematian. Ketika kadar kalium darag mulai naik, gelombang T diseluruh 12 lead EKG akan mulai meninggi.

T Tinggi pada hiperkalemia

T Hiperakut

     T hiperakut ditandai dengan gelombang T yang lebar, tinggi, dengan puncak yang asimetris. Gelombang T hiperakut dijumpai pada fase awal infark miokard ST elevasi (STEMI) dan kadang mendahului gambaran ST elevasi dan gelombang Q. T hiperkaut juga dijumpai pada Prinzmetal angina.

T Hiperakut pada STEMI anterior


T Inversi

     T inversi dikatakan abnormal bila kedalamannya lebih dari 1 mm. T inversi itu sendiri merupakan indikasi dari iskemia miokard, tetapi bukan merupakan kriteria diagnosis dari infark miokard. Inversi gelombang T merupakan temuan nonspesifik, banyak hal yang dapat menyebabkan gelombang T mengalami pembalikan defleksi (Thaler, 2012). Gelombang T inversi yang terdapat pada lead V4-V6 sering dikaitkan dengan infark miokard. Apabila T inversi disertai dengan tanda dan gejala nyeri dada serta murmur jantung mengindikasikan adanya iskemia miokard. Perubahan EKG lainnya yang berkaitan dengan iskemia miokard antara lain ST depresi dengan defleksi positif gelombang T, ST depresi dengan T bifasik atau T inversi disertai kompleks QRS negatif, T inversi simetris dengan puncak runcing disertai deviasi segmen ST ke atas atau depresi horizontal segmen ST (dapat juga tanpa deviasi segmen ST), dan depresi segmen ST yang berkembang menjadi gelombang T abnormal selama interval bebas iskemia (Wei Qin, 2013). T inversi dinamis dijumpai pada iskemia miokard akut, sedangkan T-inversi yang menetap dijumpai pada infark miokard yang biasanaya disertai dengan gelombang Q patologis.

T Inversi pada Iskemia Miokard Akut

T Inversi disertai gelombang Q patologis pada
Infark Miokard anterior yang sudah terjadi


     Sindrom Wellen disebabkan karena sumbatan pada arteri koroner anterior desendens, memberikan gambaran T inversi simetris pada lead V2 hingga V4 dengan kedalaman lebih dari 5 mm pada 75% kasus. Sementara itu, pada 25% kasus menunjukkan gelombang T bifasik. Segmen ST tidak mengalami perubahan pada sindrom ini. Pada pasien yang tidak diterapi dengan angiografi akan berkembang menjadi infark miokard anterior dalam waktu rata-rata 9 hari (Wei Qin, 2013). Episode nyeri dada pada sindrom Wellen dikaitkan dengan ST elevasi atau ST depresi yang berkembang menjadi gelombang T abnormal setelah nyeri dada mereda. T inversi kurang dari 5 mm dapat menunjukkan iskemia miokard, tetapi lebih ringan daripada sindrom Wellen (Hanna & Glancy, 2011).

Sindrom Wellen tipe B dengan T inversi pada lead V2-V3


     Hipertrofi kardiomiopati merupakan penebalan dari ventrikel kiri, tetapi dapat juga terjadi pada ventrikel kanan. Hal ini dapat disebabkan karena obstruksi pada saluran ventrikel kiri pada 25% kasus, sedangkan tidak ada kaitannya pada 75% kasus. Pada umumnya, EKG menunjukkan gambaran abnormal pada sebagian besar kasus. Pada pembesaran ventrikel kiri atau Left Ventricular Hypertrophy (LVH), perubahan EKG ditandai dengan gambaran kompleks QRS yang tinggi diikuti T inversi yang dalam pada lead lateral kiri yaitu lead I, aVL, V5, dan V6 bersamaan dengan ST depresi (Wei Qin, 2013). Pada pembesaran ventrikel kanan atau Right Ventricular Hypertrophy (RVH), T inversi ditemukan pada lead V1, V2, dan V3. Perubahan segmen ST dan gelombang T dapat tidak ditemukan pada hipertrofi kardiomiopati, akan tetapi jika terdapat perubahan segmen ST dan gelombang T menunjukkan hipertrofi berat dan disfungsi sistolik ventrikel.


Hipertrofi kardiomiopati ditandai dengan T inversi
yang dalam pada semua lead

Left Ventricular Hypertrophy (LVH) dengan gambaran T inversi
pada lead lateral kiri I, aVL, V5-V6 dengan morfologi yang sama
seperti Left Bundle Branch Block (LBBB)

Right Ventricular Hypertrophy (RVH) dengan gambaran T inversi
pada lead prekordial kanan V1-V3 dan lead inferior II, III, dan aVF


     Pada emboli pulmo, dapat ditemukan gelombang T inversi simetris pada lead V1 – V4, tetapi sinus takikardia lebih umum dijumpai. T inversi hanya muncul pada 19% emboli pulmo ringan, tetapi dapat ditemukan pada 85% kasus dengan emboli pulmo berat. Inversi gelombang T pada EKG selain lead aVR pada umumnya mengindikasikan iskemia miokard dan perdarahan intrakranial. Peningkatan tekanan intracranial, misalnya pada perdarahan subarachnoid, akan memberikan gambaran T inversi yang lebar dan dalam dengan morfologi yang unik. Penyebab lain diantaranya adalah Takotsubo cardiomyopathy, overdosis kokain, perikarditis, dan atrioventricular block (Hanna & Glancy, 2011).

T inversi pada emboli pulmo di lead prekordial kanan V1-V3
dan lead inferior II, III, dan aVF memberikan gambaran yang
hampir sama dengan RVH


Peningkatan tekanan intrakranial memberikan gambaran T inversi
yang lebar, dalam, dan simetris misalnya pada perdarahan subarachnoid


     Persistent Juvenille T-wave merupakan inversi gelombang T pada lead prekordial kanan yang dapat ditemukan hingga dewasa dan umumnya pada wanita Afro-Karibia. Persistent Juvenille T-wave memeliki bentuk asimetris, dengan kedalaman kurang dari 3 mm dan biasanya terbatas pada lead V1-V3. Pada anak-anak, inversi gelombang T pada lead precordial V1-V3 merupakan varian normal, yang menunjukkan dominasi dari ventrikel kanan.

     Left Bundle Branch Block (LBBB) memberikan gambaran T inversi pada lead lateral I, aVL, dan V5-V6. Sementara itu, Right Bundle Branch Block (RBBB) memberikan gambaran T inversi pada lead precordial V1 – V3.


T Bifasik

     Gelombang T bifasik bergerak menuju dua arah yang berbeda yang saling berlawanan. Penyebab utama dari gelombang T bifasik adalah iskemia miokard dan hipokalemia. T bifasik yang disebabkan iskemia miokard bergerak ke atas kemudian turun di bawah garis isoelektrik atau cardiac resting membrane potential. Gelombang T bifasik yang disebabkan karena hipokalemia bergerak ke bawah kemudian naik di atas garis isoelektrik.

     Gelombang T bifasik lainnya dapat ditemukan pada sindrom Wellen. Pada 25% kasus, gambaran gelombang T ditemukan pada lead prekordial V2-V3 yang diawali dengan defleksi positif dan diakhiri dengan defleksi negatif pada gambaran EKG. Pada 75% kasus sindrom Wellen, ditemukan gambaran T inversi yang simetris dan dalam.


T bifasik karena Iskemia Miokard
T bifasik karena hipokalemia


T “Camel Hump”

     Gelombang T “camel hump” atau punuk unta merupakan istilah yang digunakan oleh Amal Mattu untuk mendeskripsikan gelombang T yang memiliki dua puncak gelombang. Gelombang T ini dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu gelombang U prominen yang bergabung pada akhir gelombang T karena hypokalemia berat, dan gelombang P tersembunyi yang bergabung dengan gelombang T misalnya pada sinus takikardia dan berbagai jenis blok konduktivitas listrik jantung. Selain itu, gelombang T ini juga muncul pada berbagai macam kondisi yang mendasari seperti hipotermia dan kerusakan otak sehingga tidak spesifik (Aydin et al., 2005).


Gelombang T dengan 2 puncak


T Mendatar

     Gelombang T diakatakan mendatar jika memiliki amplitudo antara -1 mm hingga +1 mm. Pada pasien dengan terapi digitalis atau hipokalemia dapat memiliki gelombang T mendatar dengan gelombang U prominen. Perburukan hipokalemia menyebabkan gelombang T semakin mendatar dan gelombang U semakin prominen, dengan depresi segmen ST yang lebih progresif. Pada toksisitas digitalis dijumpai interval QT menurun, gelombang T mendatar, dan gelombang U prominen dengan pemendekan interval QT (Hanna & Glancy, 2011).


Edit: 23 Sep 2019


Referensi
  • Aydin M, Gursurer M, Bayraktaroglu T, Eyup Kulah, Onuk T. 2005. Prominent J Wave (Osborn Wave) with coincidental hypothermia in a 64-year-old woman. Texas Heart Insti J. 32(1):105.
  • Gabbay FH, Krantz DS, Kop WJ, et al. 1996. Triggers of myocardial ischemia during daily life in patients with coronary artery disease: Physical and mental activities, anger and smoking. J Am Coll Cardiol : 27:585–592.
  • Goldberger, AL, Goldberger, ZD, & Shvilkin, A. 2013. Goldberger's clinical electrocardiography: a simplified approach. Philadelphia, PA, Elsevier/Saunders.
  • Hanna, EB, Glancy, DL. 2011. ST-segment depression and T-wave inversion: Classification, differential diagnosis, and caveats. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 78 (6): 404–14.
  • Thaler, MS. 2012. The only EKG book you'll ever need. 7th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
  • Wei Qin, L, Swee, GT, Kian Keong, P. 2013. Electrocardiographic T wave abnormalities. Singapore Medical Journal. 54 (11): 606–610.
  • Yang, XL, Liu, GZ, Tong, YH, Yan, H, Xu, Z, Chen, Q, Liu, X, Zhang, HH, Wang, HB, Tan, SH. 2015. The history, hotspots, and trends of electrocardiogram. Journal of geriatric cardiology. 12(4): 448–456.

No comments

Tulis komentar Anda...

Powered by Blogger.