Header Ads

Header ADS

Prosedur dan Teknik Operasi Robotik pada Tumor Kepala dan Leher

     Pada tahun 2000, badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui penggunaan sistem operasi robotik DaVinci Surgical System yang dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan Intuitive Surgical di Amerika Serikat. Sejak saat itu, DaVinci Surgical System telah digunakan untuk operasi urologi, thoraks, serta operasi kepala dan leher. Pada operasi kepala dan leher, operator telah menggunakan pendekatan transoral atau port akses yang lebih jauh seperti transaksiler dan retroaurikuler, untuk mereseksi tumor tiroid, tumor glandula salivari, dan penyakit leher lainnya (Byeon et al., 2018). Sebagaimana transoral robotic surgery (TORS) dilakukan melalui rongga mulut tanpa eksisi eksternal, pasien menunjukkan pemulihan fungsional dengan cepat dan tingkat morboditas yang rendah. Operasi robotik di bagian leher melalui port akses yang jauh, tidak memerlukan insisi kulit transversal pada bagian anterior leher dan memberikan hasil kosmetik yang lebih baik karena tidak meninggalkan bekas luka yang terlihat. Sistem operasi robotik memberikan visualisasi yang bagus pada lokasi operasi serta memungkinkan tindakan operatif yang halus pada jaringan, karena lengan robotik dapat bergerak secara bebas pada berbagai sudut di dalam area yang sempit pada operasi kepala dan leher. Lengan ini membuat dokter bedah dapat melakukan gerakan yang rumit serta prosedur bedah yang sebelumnya tidak dapat dilakukan dengan metode endoskopi konvensional. Sejak instalasi DaVinci system pada tahun 2008 di rumah sakit Severance Hospital of the Yonsei University Health System di Sinchon-dong, Korea Selatan, berbagai teknik operasi robotik telah dilakukan untuk pengangkatan berbagai jenis penyakit kepala dan leher, termasuk tumor tiroid, tumor neurogenik, dan tumor vaskuler. Severance Hospital merupakan rumah sakit pertama yang melakukan diseksi leher robitk melalui port akses jauh pada pasien dengan squamous cell carcinoma pada kepala dan leher serta melaporkan hasil bahwa teknik ini aman untuk digunakan (Shin et al., 2014).

     Sepanjang Mei 2010 hingga Juli 2018, sebanyak 945 pasien telah menjalani operasi robotik leher di Severance Hospital, Korea Selatan. Berbagai pendekatan akses jauh, seperti retroauriular approach (RA), modified facelift approach (MFLA), transaxillary approach (TA), dan transaxillary retroauricular approach (TARA), digunakan untuk melakukan pengangkatan tumor pada leher. Sebanyak 235 pasien menjalani diseksi robotik leher pada tatalaksana tumor kanker dan leher dengan metastasis limfonodi leher, 517 pasien menjalani tiroidektomi robotik atau paratiroidektomi, dan sebanyak 193 pasien menjalani operasi leher robotik karena penyakit lainnya seperti pada kista duktus tiroglosus (Park et al., 2020).


Gambar 1. Flexible EndoWrist ® Vessel Sealer
PENDEKATAN PROSEDUR BEDAH

     Pada pembedahan leher dengan metode RA, prosedur dimulai dengan insisi dengan panjang 6 cm sepanjang garis rambut di belakang telinga, kemudian jaringan kulit yang terangkat dielevasikan di sepanjang planum subplatisma dengan vena jugularis eksterna dan nervus auricularis magnus sebagai penanda anatomis. Kulit diangkat di sepanjang fascia parotidomasseteric yang menutup glandula parotid ke atas hingga arcus zygomatcus dan ke bawah hingga klavikula. Retraktor yang dapat menahan secara otomatis dipasang untuk mengekspos area oeprasi. Operasi dilakukan dengan memasukkan dua atau tiga lengan instrumen dan satu lengan endoskopi melalui lapang ini. Untuk meminimalisasi benturan antara lengan robotik, jarak dan sudut antar satu lengan dan lengan lainnya harus diatur sebelum dilakukan pembedahan. Selama prosedur MFLA, insisi retroauricular diperpanjang hingga area preauricular di sepanjang kartilago aurikularis. Setelah mengangkat jaringan kulit, area operasi dengan metode ini menjadi lebih luas jika dibandingkan dengan prosedur RA (gambar 2).

     Pada prosedur operasi dengan teknik TA, insisi dilakukan sepanjang 6-8 cm di linea axillaris anterior. Kemudian dilakukan identifikasi fascia yang menutupi musculus pectoralis mayor. Diseksi kemudian dilakukan pada jaringan tersebut dengan arah inferior-superior di atas klavikula. Lalu identifikasi musculus sternocleidomastoideus dan vena jugularis eksterna yang digunakan sebagai penanda anatomis. Jaringan kulit kemudian diangkat dengan retraktor ke bagian margo inferior mandibula, sehingga memberikan ruang operasi. Selanjutnya, lengan robotik dimasukkan melalui ruang operasi tersebut. Pada pelaksanaan teknik TARA (TA dengan kombinasi RA), dokter bedah dapat melakukan pendekatan leher bagian atas dan bawah secara dua arah baik melalui TA atau RA. Melalui teknik TARA ini, dokter bedah dapat melakukan pendekatan dengan mudah pada semua bagian leher. Namun demikian, teknik tersebut merupakan teknik yang paling invasif diantara teknik lainnya (Park et al. 2020).


Gambar 2. Pengangkatan kulit dengan
menggunakan self-retainer
SISTEM ROBOTIK

     Selama tahun 2010 hingga 2013, Severance Hospital hanya menggunakan Si system pada pembedahan leher. Sebanyak dua lengan robotik dilengkapi dengan forcep Maryland 5 mm Harmonic curved shears, dan lengan kamera endoskopi 12 mm. Setelah pengenalan Xi system pada tahun 2013, banyak prosedur pembedahan leher robotik dilakukan menggunakan sistem tersebut. Sejak tahun 2015, sebagian besar pembedahan robotik yang dilakukan di rumah sakit tersebut dilakukan menggunakan Xi system, sedangkan Si system sudah jarang digunakan. Xi system memiliki kelebihan menggunakan 3 lengan robotik dibandingkan dengan Si system yang sebelumnya. Forcep Maryland berukuran 8 mm, monopolar curved scissor, dan forcep fenestra bipolar dapat dipasang pada masing-masing lengan robrotik. Sebagai tambahan, flexible EndoWrist ® vessels sealer dengan Erbe system dapat digunakan karena memiliki beberapa kelebihan seperti gerakan yang lebih fleksibel dibandingkan Harmonic curved shears yang lebih kaku. Endoskop tiga dimensi pada Xi system juga memiliki sistem autofokus yang memberikan gambar lebih jelas pada area operasi (Park et al., 2020).

Operasi Sistrunk dengan Bantuan Robotik

     Thyroglossal duct cyst (TGDC) atau kista duktus tiroglosus merupakan suatu kelainan kongenital dimana terdapat pertumbuhan massa pada bagian leher (Gallagher dan Hartnick, 2012). Kista ini biasanya dideteksi sebagai massa pada garis tengah leher dengan atau tanpa infeksi yang menyertai. Menghilangkan potensi infeksi atau transformasi maligna merupakan 2 tujuan utama dari tatalaksana bedah pada kondisi ini (Doshi et al., 2001). Secara tradisional, pembedahan pada TGDC dilakukan dengan metode Sistrunk melalui insisi tunggal pada garis tengah tubuh di atas jaringan kulit yang menutupi duktus tiroglosus. Insisi cervical pada garis tengah tubuh yang sangat mencolok tidak dapat dihindari. Meskipun metode ini memberikan operator gambaran area operasi yang paling baik, akan tetapi bekas luka yang tidak bagus secara kosmetik tidak dapat dihindari, meskipun dokter bedah telah berusaha menghilangkan bekas luka dengan menempatkan sayatan di lipatan kulit alami. Dengan demikian, pembedahan dengan bantuan robotik dilakukan melalui pendekatan RA untuk menghindari hal tersebut yang secara teknik feasibel dan aman (Kim et al., 2014).

     RA dapat dengan mudah memberikan gambaran area operasi di bagian anterior leher pada level hyoid di mana terdapat kista duktus tiroglosus. Satu lengan endoskopik dan dua lengan robotik dimasukkan melalui area operasi yang telah diinsisi sebelumnya dengan teknik RA. Garis tengah dari strap muscle diidentifikasi terlebih dahulu. Lesi kistik yang terletak di bawahnya kemudian diidentifikasi dan dilakukan diseksi dari jaringan ikat dan lemak di sekitarnya. Kemudian bagian sisi (kanan atau kiri) dari tulang hyoid dipisahkan dari jaringan otot dan lemak, asisten bedah memotongnya dengan alat pemotong tulang. Tulang hyoid kontralateral kemudian dipisahkan dari jaringan dan dipotong dengan metode yang sama. Akhirnya, kista duktus tiroglosus dan tangkai fibrosa yang mengarah pada bagian bawah lidah dapat diangkat (Park  et al., 2020).

Parotidektomi Robotik

     Glandula parotis merupakan kelenjar serosa primer ludah yang terletak pada leher bagian atas di area preaurikuler dan memanjang hingga pipi. Parotidektomi merupakan pengambilan dari glandula parotis baik sebagian atau seluruhnya tanpa pengangkatan struktur di sekitarnya melalui prosedur pembedahan (Okoturo & Osasuyi, 2016). Prosedur bedah robotik pada parotidekotmi dilakukan dengan membuat insisi retroaurikuler, kemudian jaringan kulit dielevasikan di sepanjang fascia parotidomasseterik. Retraktor yang dapat menahan secara otomatis dimasukkan untuk memberikan area operasi. Pertama, glandula parotis dipisahkan dari margo anterior dari musculus sternocleidomastoideus. Ventrum posterior dari musculus digastricus dapat diidentifikasi pada batas bagian bawah dari jaringan parotis. Diseksi dilakukan sepanjang insisi preaurikuler. Tragal pointer terletak di sepanjang kontur dari kartilago aurikularis. Ventrum posterior musculus digatricus yang telah diidentifikasi sebelumnya dan tragal pointer digunakan sebagai penanda anatomis untuk mengidentifikasi cabang utama dari nervus fascialis. Pada sebagian besar kasus, cabang utama dari n. fascialis diidentifikasi 1 cm di atas lokasi masuknya ventrum posterior ke digastric ridge. Diseksi jaringan parotid dilakukan sepanjang n. fascialis dengan teknik tunnel, dengan gunting terpasang di lengan kanan dan disektor Maryland di lengan kiri. Jangkauan reseksi yang tepat ditentukan berdasarkan lokasi dan besarnya jaringan tumor. Tidak seperti insisi tradisional pada parotidektomi terbuka, hanya insisi retroeurikuler yang dapat digunakan untuk mengangkat tumor di semua bagian glandula parotis, tanpa dilakukan insisi preaurikuler. Jika diperlukan diseksi leher, diseksi secara robotik hanya dapat dilakukan dengan insisi retroaurikuler tanpa ekstensi insisi cervical, sehingga dapat mengurangi morbiditas pada pasien (Park et al., 2020).

Reseksi Robotik pada Schwannoma

     Baik RA maupun TA memberikan akses yang mudah pada area parafaring dan karotis, di mana biasanya terdapat schwannoma. Setelah dilakukan pemasangan retraktor untuk memberikan gambaran pada area operasi, kemudian dilakukan reseksi fascia cervicalis profunda sepanjang margo anterior musculus sternocleidomastoideus. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi ventrum posterior musculus digastricus. Setelah mengindentifikasi vena jugularis interna dan arteri karotis, kemudian dilakukan konfirmasi lokasi dari schwannoma yang berasal dari nervus vagus atau saraf simpatis pada carotid sheath. Schwannoma selanjutnya dapat dienukleasi dari kapsul dengan 3 lengan robotik di bawah perbesaran 10x pada area operasi, dengan demikian berusaha untuk mempertahankan fungsi saraf pasca operasi (Park et al., 2020). Terapi eksisi dengan pembedahan merupakan pilihan dalam tatalaksana schwannoma pada parapharyngeal space (PPS). Pertumbuhan yang lambat dan tidak invasif juga memungkinkan pendekatan observasional (Yasumatsu et al., 2013).

Reseksi Robotik pada Paraganglioma

     Praganglioma bifurkasio karotis merupakan neoplasma jinak yang berasal dari kemoreseptor korpus karotis, yang terletak pada tunica adventitia dari pembuluh darah tersebut. Secara fisiologis corpus carotis distimulai oleh hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis yang terlibat dalam mengatur tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi. Sel yang predominan pada tumor ini berasal dari jaringan neuroektodermal (Heath, 1991).  Setelah membuka area operasi dengan metode RA, diseksi sepanjang margo anterior musculus sternocleidomastoideus dapat memberikan akses yang mudah pada area karotis. Tumor corpus carotis dapat dengan mudah diidentifikasi disekitar bifurkasio arteri karotis. Gunting dan disektor Maryland kemudian dipasang pada lengan robotik kiri dan kanan. Diseksi dilakukan untuk memisahkan tumor dari arteri karotis. Kauterisasi monopolar dengan Erbe system bermanfaat untuk meminimalisasi perdarahan selama operasi (Park et al., 2020).


PERUBAHAN TREN PENDEKATAN BEDAH ROBOTIK PADA KEPALA DAN LEHER

     Tren penggunaan TA untuk operasi robotik pada bagian leher secara umum paling banyak digunakan pada tahun 2010 – 2012. Akan tetapi, metode TA menggunakan pendekatan dari bawah-ke-atas, sehingga hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam mengakses leher bagian atas (level I atau II). Dengan demikian, metode TA digabungkan dengan RA untuk jenis operasi tersebut (TARA). Namun, metode TARA memiliki jangkauan diseksi paling luas dan paling invasif dibandingkan dengan pendekatan operatif lainnya. Untuk meminimalisasi luasnya diseksi dan morbiditas pasien maka frekuensi penggunaan pendekatan ini semakin lama semakin dikurangi, dan tidak digunakan lagi setelah tahun 2013. Di sisi lain, penggunaan metode RA dan MFLA semakin meningkat dalam beberapa tahun kemudian (Park et al., 2020).

     Pembedahan minimal invasive telah diadopsi dan dilakukan di berbagai bidang karena mengurangi morbiditas pasca operasi dan meningkatkan kualitas hiudp pasien setelah operasi. Studi sebelumnya telah mendeskripsikan penggunaan asistensi video atau pembedahan dengan endoskopi menggunakan endoskop yang kaku dan instrumen bedah yang panjang (Gagner, 1996). Namun, karena pembedahan endoskopik harus dilakukan dengan lapang pandang oeprasi dua dimensi dengan instrumen yang panjang dan kaku, benturan antara instrumen yang digunakan oleh operator dan asisten merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini membutuhkan usaha dan pengalaman untuk memiliki keahlian dalam teknik pembedahan endoskopik. Oleh karena itu, tren yang berkembang belakangan telah mengarah ke pembedahan robotik dengan bantuan DaVinci System. Sejak pembedahan robotik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1985, sistem ini telah memberikan visualisasi lapang operasi pada ahli bedah dan keterampilan dari lengan robotik. Karkateristik ini memungkinkan ahli bedah melakukan pembedahan yang kurang invasif jika dibandingkan dengan bedah konvensional terbuka atau pembedahan endoskopik (Kwoh et al., 1988).

     Indikasi pembedahan robotik telah berkembang sebagai tatalaksana dalam menangani berbagai penyakit pada bagian leher. Feasibilitas bedah robotik telah ditunjukkan dalam berbagai studi untuk pembedahan kepala dan leher. Oleh karena pembedahan pada kepala dan leher dengan metode ini dilakukan melalui akses port yang jauh, sehingga tidak menimbulkan bekas luka yang tampak pada bagian wajah dan leher. Hal ini memberikan hasil kosmetik yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembedahan konvensional terbuka. Kelenjar limfatik kulit dipreservasi pada prosedur ini sehingga terdapat lebih sedikit edema limfatik pada diseksi leher dengan bantuan robotik melalui pendekatan TA atau RA (Park et al., 2020).


Edit: 11 April 2020


Referensi:
  • Byeon, H. K., Holsinger, F. C., Duvvuri, U., Kim, D. H., Park, J.H., Chang, E., Kim, S. H., Koh, Y. W. 2018. Recent progress of retroauricular robotic thyroidectomy with the new surgical robotic system. Laryngoscope. 128:1730–1737.
  • Doshi, S. V., Cruz, R. M., Hilsinger, R. L. Jr. 2001. Thyroglossal duct carcinoma: a large case series. Ann Otol Rhinol Laryngol. 110:734–738.
  • Gagner, M. 1996. Endoscopic subtotal parathyroidectomy in patients with primary hyperparathyroidism. Br J Surg. 83:875.
  • Gallagher, T. Q., Hartnick, C. J. 2012. Thyroglossal duct cyst excision. Adv Otorhinolaryngol. 73:66–69.
  • Heath, D. 1991. The human carotid body in health and disease. J Pathol. 164:1 – 8.
  • Kim, C.-H., Byeon, H. K., Shin, Y. S., Koh, Y. W., & Choi, E. C. 2014. Robot-assisted Sistrunk operation via a retroauricular approach for thyroglossal duct cyst. Head & Neck. 36(3): 456–458.
  • Kwoh, Y. S., Hou, J., Jonckheere, E. A., Hayati, S. 1988. A robot with improved absolute positioning accuracy for CT guided stereotactic brain surgery. IEEE Trans Biomed Eng. 35:153–160.
  • Okoturo, E. & Osasuyi, A. 2016. Clinical Outcome of Parotidectomy with Reconstruction: Experience of a Regional Head and Neck Cancer Unit. Niger J Surg. 22(1):26–31.
  • Park, Y. M., Kim, D. H., Kang, M. S., Lim, J, Choi, E. C., Kim, S., Koh, Y. W. 2020. Establishing the robotic surgery procedure and techniques for head and neck tumors: a single surgeon’s experience of 945 cases. Journal of Robotic Surgery. https://doi.org/10.1007/s11701-020-01068-5
  • Shin, Y. S., Choi, E. C., Kim, C. H., Koh, Y. W. 2014. Robot-assisted selective neck dissection combined with facelift parotidectomy in parotid cancer. Head Neck. 36:592–595.
  • Yasumatsu, R., Nakashima, T., Miyazaki, R., Segawa, Y., Komune, S. 2013. Diagnosis and management of extracranial head and neck schwannomas: a review of 27 cases. Int J Otolaryngol. 2013:973045.

No comments

Tulis komentar Anda...

Powered by Blogger.