Karakterisasi Receptor Binding Domain (RBD) Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus tipe 2 (SARS-CoV-2): Implikasi Terapi dan Pengembangan Vaksin
Terdapat
3 jenis coronavirus (CoV) yang bersifat patogen pada manusia, yaitu Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV), dan 2019-novel Coronavirus (2019-nCoV) yang kemudian diberi
nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV-2). Diantara
virus tersebut, SARS-CoV pertama kali dilaporkan di Guangdong, China pada tahun
2002 (Zhong et al., 2003). SARS-CoV
menyebabkan transmisi dari manusia ke manusia dan menyebabkan kejadian luar
biasa (KLB) pada tahun 2003 dengan tingkat case
fatality rate (CFR) sekitar 10%, sementara itu MERS-CoV dilaporkan terjadi
di Arab Saudi pada bulan Juni 2012 (Zaki et
al., 2012). Meskipun dengan transmisi dari manusia ke manusia yang
terbatas, MERS-CoV menunjukkan CFR sebesar 34,4%. SARS-CoV-2 pertama kali
dilaporkan di Wuhan, China pada bulan Desember 2019 dari pasien dengan penyakit
pneumonia, dan transmisinya telah melebihi MERS-CoV dan SARS-CoV pada manusia.
Host intermediate dari SARS-CoV-2 masih belum diketahui secara jelas, akan
tetapi diperkirakan berasal dari hewan kelelawar dan trenggiling (Tai et al., 2020).
Coronavirus memiliki 4 protein struktural,
yaitu protein spike (S), envelope (E), membran (M), dan nukleokapsid (N) (Du et al., 2016). Diantara protein
tersebut, protein spike (S-Protein) berperan penting dalam penempelan virus
pada reseptor seluler, fusi dan entri, dan berfungsi sebagai target untuk
pengembangan antibodi, inhibitor entri, dan vaksin. S-protein memediasi entri
virus ke dalam sel inang dengan terlebih dahulu berikatan dengan reseptor inang
melalui Receptor Binding Domain (RBD) yang terdapat pada subunit S1 dari
protein spike, dan kemudian mengalami fusi membran inang dan virus melalui
subunit S2 dari protein spike (Li et al.,
2005). SARS-CoV dan MERS-CoV mengenali reseptor yang berbeda, yaitu angiotensin
converting enzyme 2 (ACE2) dan dipeptidyl peptidase 4 (DPP4) secara berurutan.
Seperti halnya SARS-CoV, SARS-CoV-2 juga mengenali ACE2 sebagai reseptor
seluler inang yang berikatan dengan S-protein (Zhou et al., 2020). Dengan demikian, sangat penting untuk mendefinisikan
RBD pada S-protein SARS-CoV-2 sebagai target yang paling mungkin untuk
pengembangan vaksin, inhibitor penempelan virus, dan antibodi netralisasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tai et al (2020), identifikasi dilakukan
terhadap fragmen RBD dari S-protein dan ditemukan bahwa protein RBD rekombinan
berikatan dengan kuat pada reseptor human ACE2 (hACE2) dan bat ACE2 (bACE2).
Selain itu, protein rekombinan tersebut juga menghambat entri dari SARS-CoV dan
SARS-CoV-2 pada sel yang mengekspresikan hACE2, menunjukkan bahwa protein
rekombinan tersebut dapat berfungsi sebagai penghambat penempelan virus pada
infeksi SARS-CoV dan SARS-CoV-2. Pada penelitian tersebut, antibodi poliklonal
spesifik RBD SARS-CoV juga menunjukkan reaksi silang dengan protein RBD
SARS-CoV-2 dan menghambat entri SARS-CoV-2 ke dalam sel yang mengekspresikan
hACE2. Antibodi poliklonal spesifik RBD SARS-CoV juga menunjukkan netralisasi
silang terhadap infeksi SARS-CoV-2, yang mana hal tersebut merupakan potensi
untuk mengembangkan vaksin berbasis SARS-CoV RBD untuk pencegahan infeksi oleh
SARS-CoV-2 dan SARS-CoV (Tai et al.,
2020).
INTERAKSI PROTEIN SPIKE DAN RESEPTOR
SELULER hACE2
Melalui penyelarasan sekuens RBD SARS-CoV dan SARS-CoV-2,
identifikasi dilakukan terhadap regio RBD SARS-CoV-2 pada residu 331 hingga 524
dari S-protein (gambar 1a). Kemudian dibuat konstruksi protein RBD rekombinan
yang mengandung sekuens RBD optimasi kodon dengan fusi C-terminal Fc dari human
IgG1 (hFc) menggunakan vector ekspresi pFUSE-hIgG1-Fc2, yang mengekspresikan
protein pada sel mamalia 293T, dan dimurnikan dari supernatan kultur sel dengan
kromatografi afinitas protein A. Seperti halnya pada kontrol protein RBD
SARS-CoV dan MERS-CoV, protein RBD SARS-CoV-2 memiliki ekspresi yang tinggi dan
kemurnian yang kuat (gambar 1b). Secara khusus, hanya RBD SARS-CoV dan
SARS-CoV-2 yang dikenali oleh antibodi poliklonal spesifik-RBD SARS-CoV, tetapi
tidak dikenali oleh antibodi spesifik-RBD MERS-CoV (gambar 1c), di mana hanya RBD
MERS-CoV yang dikenali oleh antibodi poliklonal RBD MERS-CoV (gambar 1d), sehingga hal ini menunjukkan reaksi silang dari antibodi spesifik RBD SARS-CoV dan protein RBD
SARS-CoV-2 (Tai et al., 2020).
Eksperimen dilakukan sebanyak 4
kali untuk mendeteksi ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dan reseptor hACE2.
Eksperimen pertama dilakukan dengan menguji sel transfeksi hACE2/293T yang
mengekspresikan hACE2 dengan menggunakan analisis flow cytometry. Oleh karena
sel 293T itu sendiri tidak mengekspresikan hACE2 atau hDPP4, sel tersebut tidak
dapat dikenali oleh antibodi anti-hACE2 atau anti-hDPP4 (gambar 2a, panel
kiri). Hanya sel hACE2/293T, tetapi tidak pada sel hDPP4/293T, yang
mengekspresikan hACE2, di mana sel tersebut dikenali oleh antibodi anti-hACE2
(gambar 2a, panel tengah). Sementara itu, hanya sel hDPP4/293T, tetapi tidak
pada sel hACE2/293T, yang mengekspresikan hDPP4 dan dikenali oleh antibodi
anti-DPP4 (gambar 2a, panel kanan). Data ini mengonfirmasi ekspresi hACE2 pada
sel hACE2/293T dan ekspresi hDPP4 pada sel hDPP4/293T. Eksperimen kedua
menggunakan sel hACE2/293T untuk mendeteksi ikatan protein RBD SARS-CoV-2 pada
reseptor seluler hACE2 dengan analisis flow cytometry dan pewarnaan
imunoflouresensi. RBD yang serupa dengan SARS-CoV, yaitu RBD SARS-CoV-2 berikatan
dengan sel hACE2/293T yang mengekspresikan hACE2 (gambar 2b, panel kiri dan
tengah), tetapi tidak berikatan dengan sel hDPP4/293T yang mengekspresikan
protein hDPP4 (gambar 2c, panel kiri dan tengah). Selain itu, ikatan antara RBD
SARS-CoV-2 dan sel 293T yang mengekspresikan hACE2 lebih kuat dibandingkan
dengan ikatannya terhadap RBD SARS-CoV (gambar 2b, panel kiri dan tengah). RBD
MERS-CoV tidak berikatan dengan sel 293T yang mengekspresikan hACE2 (gambar 2b,
panel kanan), tetapi berikatan dengan sel yang 293T yang mengekspresikan hDPP4
(gambar 2c, panel kanan). Hasil dari pewarnaan imunoflouresensi menunjukkan
sinyal positif baik untuk hACE2 atau hFc pada sel hACE2/293T yang ditreatment dengan
RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV, yang mana keduanya mengandung tag C-terminal
hFc, sedangkan sel hACE2/293T yang ditreatment dengan RBD MERS-CoV (dengan tag
C-terminal hFc) menunjukkan sinyal positif untuk hACE2, tetapi negatif untuk
hFc, mengindikasikan bahwa tidak terjadi ikatan antara RBD MERS-CoV dengan sel
293T yang mengekspresikan reseptor protein hACE2 (gambar 2d). Data ini
menunjukkan bahwa RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV dapat berikatan dengan hACE2
sel, tetapi tidak dapat berikatan dengan hDPP4. Eksperimen ketiga dilakukan
untuk mendeteksi ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dengan protein hACE2 terlarut
atau soluble (sACE2) dengan metode
ELISA. Hasil pengukuran mengindikasikan bahwa RBD SARS-CoV-2 berikatan dengan
sACE2 dalam pola yang bergantung pada dosis serta ikatan tersebut dengan 50% effective dose (EC50) yaitu
1,07 ug/ml lebih kuat dibandingkan ikatan antara RBD SARS-CoV dan sACE2 (EC50:
1,66 ug/ml). Sebaliknya, MERS-CoV tidak berikatan dengan sACE2 (gambar 2e). Sementara
itu, baik RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV tidak berikatan dengan protein sDPP4,
sedangkan RBD MERS-CoV berikatan dengan sDPP4 (EC50: 0,92 ug/ml)
(gambar 2f). Data tersebut menunjukkan bahwa baik RBD SARS-CoV-2 dan RBD
SARS-CoV dapat berikatan dengan hACE2 di dalam larutan, tetapi tidak dapat
berikatan dengan hDPP4 di dalam larutan. Eksperimen keempat dilakukan dengan
analisis flow cytometry untuk melihat indikasi bahwa ikatan antara RBD
SARS-CoV-2 dan reseptor hACE2 pada sel dapat dihambat secara signifikan oleh
protein sACE2 (gambar 2g, i), tetapi tidak dapat dihambat oleh protein sDPP4
(gambar 2h, i). Secara bersama-sama, hasil teresbeut mengonfirmasi bahwa RBD
SARS-CoV-2 dapat berikatan dengan protein hACE2 pada sel dan di dalam larutan.
Seperti halnya SARS-CoV dan MERS-CoV,
SARS-CoV-2 juga berasal dari binatang kelelawar (Zhou et al., 2020; Li et al.,
2005). Deteksi dilakukan untuk melihat afinitas ikatan antara RBD SARS-CoV-2
terhadap reseptor bat ACE2 (bACE2) dan dibandingkan dengan RBD SARS-CoV.
Transfeksi plasmid ekspresi bACE2 dilakukan secara transien pada sel 293T dan transfeksi
plasmid ekspresi hACE2 dimasukkan sebagai kelompok kontrol, yang kemudian
dideteksi menggunakan intensitas fluoresensi 48 jam kemudian. Hasil yang
diperoleh menunjukkan RBB SARS-CoV-2 berikatan dengan kuat pada sel 29T yang
mengekspresikan bACE2 (bACE2/293T) dengan intensitas yang serupa pada sel
hACE2/293T (gambar 3a, c), dan ikatan tersebut bersifat dosis dependen (gambar
3e, f). Selain itu, afinitas ikatan antara RBD SARS-CoV-2 terhadap sel
bACE2/293T (EC50: 0,08 µg/ml) atau sel hACE2/293T (Ec50:
0,14 µg/ml)
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan ikatan antara RBD SARS-CoV
terhadap sel bACE2/293T (EC50: 0,98 µg/ml) atau sel hACE2/293T (EC50:
1,32 µg/ml) (gambar 3b, d-f). Akan tetapi, RBD MERS-CoV tidak berikatan baik
pada sel 293T yang mengekspresikan bACE2 atau hACE2 (gambar 3). Data ini
mengindikasikan bahwa RBD SARS-CoV-2 dapat berikatan baik dengan bACE2 maupun
hACE2. Afinitas tersebut juga mungkin sedikit menjelaskan mengapa SARS-CoV-2
lebih mudah menular dibandingkan dengan SARS-CoV (Tai et al., 2020).
Evaluasi kemudian dilakukan untuk melihat
potensi protein RBD SARS-CoV-2 sebagai inhibitor entri virus. Hal ini dilakukan
dengan membuat pseudotype dari SARS-CoV-2 dengan cara ko-transfeksi plasmid
yang menyandi Env-defective, luciferase-expressing HIV-1 (pNL4-3.luc.RE) dan
plasmid yang menyandi S-protein SARS-COV-2 ke dalam sel 293T, yang kemudian
diikuti dengan pengumpulan supernatan yang mengandung pseudovirus. Pengujian
kemudian dilakukan dengan inkubasi protein RBD SARS-CoV-2 dan sel target
hACE2/293T dengan dilusi serial, dilanjutkan dengan penambahan pseudovirus
serta deteksi aktivitas inhibisi infeksi. Dengan kemampuan infeksi yang hanya
satu kali, pseudovirus yang mengekspresikan S-protein tidak melakukan replikasi
pada sel target. Dengan demikian, inhibisi dari infeksi pseudovirus mencerminkan
inhibisi dari entri virus yang dimediasi oleh S-protein, tetapi tidak
mencerminkan inhibisi replikasi virus. Seperti yang diharapkan, protein RBD
SARS-CoV-2 menghambat entri pseudovirus SARS-CoV-2 ke dalam sel 293T yang
mengekspresikan hACE2 secara dose dependen dengan 50% inhibitory concentration
(IC50) yaitu 1,35 µg/ml. Menariknya, RBD SARS-CoV-2 juga menghambat
entri pseudovirus SARS-CoV ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hACE2 dengan
IC50 yaitu 5,47 µg/ml (gambar 4a). Hal serupa juga dijumpai pada
protein RBD SARS-CoV yang menghambat entri baik pseudovirus SARS-CoV maupun pseudovirus
SARS-CoV-2 ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hACE2 dengan masing-masing IC50
yaitu 4,1 dan 11,63 µg/ml. Selain itu, baik RBD SARS-CoV-2 maupun RBD SARS-CoV
tidak menghambat entri pseudovirus MERS-CoV ke dalam sel 293T yang mengekspresikan
hDPP4 (gambar 4c), akan tetapi RBD MERS-CoV menghambat masuknya pseudovirus
MERS-CoV dengan IC50 yaitu 22,25 µg/ml (gambar 4c). Hasil ini
menunjukkan bahwa RBD SARS-CoV-2 mungkin dapat digunakan sebagai agen terapetik
yang efektif terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan SARS-CoV.
Oleh karena SARS-CoV-2 secara filogonetis
lebih mirip dengan SARS-CoV dibandingkan MERS-CoV (Zhou et al., 2020), reaktivitas silang terdeteksi pada antibodi
spesifik-RBD SARS-CoV dengan SARS-CoV-2 dan aktivitas netralisasi silang dari
antibodi spesifik-RBD SARS-CoV terhadap pseudovirus SARS-CoV-2. Pengujian
dilakukan dengan ELISA untuk melihat reaktivitas antara sera tikus yang
diimunisasi dengan RBD SARS-CoV terhadap RBD SARS-CoV-2. Hasil pengujian menunjukkan
RBD SARS-CoV-2 bereaksi kuat dengan Immunoglobulin (IgG) anti-RBD SARS-CoV dengan
titer antibodi 1:2,4 x 104 (4d),
tetapi tidak bereaksi dengan IgG anti-RBD MERS-CoV (4e). Seperti yang diharapkan, RBD SARS-CoV bereaksi kuat dengan IgG
anti-RBD SARS-CoV pada titer antibodi 1:1,4 x 105 (4d), tetapi tidak bereaksi dengan IgG
anti-RBD MERS-CoV (4e). RBD MERS-CoV
tidak bereaksi dengan IgG anti-RBD SARS-CoV (4d), tetapi bereaksi dengan IgG anti-RBD MERS-CoV pada titer
antibodi 1:1,3 x 105 (4e).
Pengujian
selanjutnya dilakukan dengan assay netralisasi pseudovirus untuk melihat aktivitas
netralisasi silang dari sera tikus yang diimunisasi RBD SARS-CoV terhadap
infeksi pseudovirus SARS-CoV-2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa antisera
spesifik-RBD SARS-CoV dapat menetralisasi infeksi pseudovirus SARS-CoV-2 dengan
titer antibodi netralisasi 1:323, sementara itu antisera dapat menetralisasi
infeksi pseudovirus SARS-CoV dengan titer antibodi netralisasi 1:1,2 x 104
(4f). Sera tikus yang diimunisasi
RBD MERS-CoV hanya menetralisasi infeksi pseudovirus MERS-CoV terhadap sel
hDPP4/293T dengan titer antibodi netralisasi 1:4 x 104 (4g), tetapi tidak dapat menetralisasi
infeksi baik oleh pseudovirus SARS-CoV-2 maupun SARS-CoV (4f). Data ini mengindikasikan bahwa antibodi spesifik-RBD SARS-CoV
dapat bereaksi silang dengan RBD SARS-CoV-2 dan menetralisasi silang infeksi
pseudovirus SARS-CoV-2 (Tai et al.,
2020).
Secara ringkas, karakterisasi dari protein
RBD SARS-CoV-2 menunjukkan ikatan yang kuat pada sel yang mengekspresikan ACE2
(sel ACE2/293T) serta protein reseptor ACE2 terlarut (sACE2) yang berasal baik
dari manusia (hACE2) maupun kelelawar (bACE2). Protein RBD tersebut juga
menunjukkan afinitas ikatan yang lebih tinggi terhadap reseptor ACE2
dibandingkan RBD SARS-CoV. Protein RBD SARS-CoV-2 dapat menghambat entri dari
pseudovirus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV yang dimediasi oleh S-protein pada sel yang
mengekspresikan reseptor ACE2, mengindikasikan potensi dari protein RBD
SARS-CoV-2 sebagai inhibitor penempelan serta entri virus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV
ke dalam sel. Antibodi yang diinduksi oleh RBD SARS-CoV dapat bereaksi silang
dengan RBD SARS-CoV-2 dan netralisasi silang infeksi pseudovirus SARS-CoV-2,
mengindikasikan bahwa antibodi spesifik-RBD SARS-CoV mungkin dapat digunakan sebagai tatalaksana infeksi SARS-CoV-2,
serta baik protein RBD SARS-CoV maupun protein RBD SARS-CoV-2 mungkin dapat
digunakan sebagai kandidat vaksin untuk menginduksi reaksi silang atau antibodi
netralisasi silang untuk pencegahan infeksi SARS-CoV dan SARS-CoV-2. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan dan desain vaksin
SARS-CoV-2 berbasis RBD serta terapi (Tai et
al., 2020).
Edit: 25 Mei 2020
Referensi:
- Du, L., Tai, W., Zhou, Y., Jiang, S. 2016. Vaccines for the prevention against the threat of MERS-CoV. Expert Rev. Vaccines 15, 1123–1134.
- Li, F., Li, W., Farzan, M., Harrison, S. C. 2005. Structure of SARS coronavirus spike receptor-binding domain complexed with receptor. Science. 309, 1864–1868.
- Tai, W., He, L., Zhang, X., Pu, J., Voronin, D., Jiang, S. 2020. Characterization of the receptor-binding domain (RBD) of 2019 novel coronavirus: implication for development of RBD protein as a viral attachment inhibitor and vaccine. Cell Mol Immunol. https://doi.org/10.1038/s41423-020-0400-4
- Zaki, A. M., van Boheemen, S., Bestebroer, T. M., Osterhaus, A. D. & Fouchier, R. A. 2012. Isolation of a novel coronavirus from a man with pneumonia in Saudi Arabia. N. Engl. J. Med. 367, 1814–1820.
- Zhong, N. S. et al. 2003. Epidemiology and cause of severe acute respiratory syndrome (SARS) in Guangdong, People’s Republic of China. Lancet. 362, 1353–1358.
- Zhou, P., et al. 2020. A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature. 579, 270–273.
No comments
Tulis komentar Anda...