Header Ads

Header ADS

Karakterisasi Receptor Binding Domain (RBD) Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus tipe 2 (SARS-CoV-2): Implikasi Terapi dan Pengembangan Vaksin

     Terdapat 3 jenis coronavirus (CoV) yang bersifat patogen pada manusia, yaitu Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV), dan 2019-novel Coronavirus (2019-nCoV) yang kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV-2). Diantara virus tersebut, SARS-CoV pertama kali dilaporkan di Guangdong, China pada tahun 2002 (Zhong et al., 2003). SARS-CoV menyebabkan transmisi dari manusia ke manusia dan menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2003 dengan tingkat case fatality rate (CFR) sekitar 10%, sementara itu MERS-CoV dilaporkan terjadi di Arab Saudi pada bulan Juni 2012 (Zaki et al., 2012). Meskipun dengan transmisi dari manusia ke manusia yang terbatas, MERS-CoV menunjukkan CFR sebesar 34,4%. SARS-CoV-2 pertama kali dilaporkan di Wuhan, China pada bulan Desember 2019 dari pasien dengan penyakit pneumonia, dan transmisinya telah melebihi MERS-CoV dan SARS-CoV pada manusia. Host intermediate dari SARS-CoV-2 masih belum diketahui secara jelas, akan tetapi diperkirakan berasal dari hewan kelelawar dan trenggiling (Tai et al., 2020).

     Coronavirus memiliki 4 protein struktural, yaitu protein spike (S), envelope (E), membran (M), dan nukleokapsid (N) (Du et al., 2016). Diantara protein tersebut, protein spike (S-Protein) berperan penting dalam penempelan virus pada reseptor seluler, fusi dan entri, dan berfungsi sebagai target untuk pengembangan antibodi, inhibitor entri, dan vaksin. S-protein memediasi entri virus ke dalam sel inang dengan terlebih dahulu berikatan dengan reseptor inang melalui Receptor Binding Domain (RBD) yang terdapat pada subunit S1 dari protein spike, dan kemudian mengalami fusi membran inang dan virus melalui subunit S2 dari protein spike (Li et al., 2005). SARS-CoV dan MERS-CoV mengenali reseptor yang berbeda, yaitu angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) dan dipeptidyl peptidase 4 (DPP4) secara berurutan. Seperti halnya SARS-CoV, SARS-CoV-2 juga mengenali ACE2 sebagai reseptor seluler inang yang berikatan dengan S-protein (Zhou et al., 2020). Dengan demikian, sangat penting untuk mendefinisikan RBD pada S-protein SARS-CoV-2 sebagai target yang paling mungkin untuk pengembangan vaksin, inhibitor penempelan virus, dan antibodi netralisasi.

     Pada penelitian yang dilakukan oleh Tai et al (2020), identifikasi dilakukan terhadap fragmen RBD dari S-protein dan ditemukan bahwa protein RBD rekombinan berikatan dengan kuat pada reseptor human ACE2 (hACE2) dan bat ACE2 (bACE2). Selain itu, protein rekombinan tersebut juga menghambat entri dari SARS-CoV dan SARS-CoV-2 pada sel yang mengekspresikan hACE2, menunjukkan bahwa protein rekombinan tersebut dapat berfungsi sebagai penghambat penempelan virus pada infeksi SARS-CoV dan SARS-CoV-2. Pada penelitian tersebut, antibodi poliklonal spesifik RBD SARS-CoV juga menunjukkan reaksi silang dengan protein RBD SARS-CoV-2 dan menghambat entri SARS-CoV-2 ke dalam sel yang mengekspresikan hACE2. Antibodi poliklonal spesifik RBD SARS-CoV juga menunjukkan netralisasi silang terhadap infeksi SARS-CoV-2, yang mana hal tersebut merupakan potensi untuk mengembangkan vaksin berbasis SARS-CoV RBD untuk pencegahan infeksi oleh SARS-CoV-2 dan SARS-CoV (Tai et al., 2020).


INTERAKSI PROTEIN SPIKE DAN RESEPTOR SELULER hACE2

      Melalui penyelarasan sekuens RBD SARS-CoV dan SARS-CoV-2, identifikasi dilakukan terhadap regio RBD SARS-CoV-2 pada residu 331 hingga 524 dari S-protein (gambar 1a). Kemudian dibuat konstruksi protein RBD rekombinan yang mengandung sekuens RBD optimasi kodon dengan fusi C-terminal Fc dari human IgG1 (hFc) menggunakan vector ekspresi pFUSE-hIgG1-Fc2, yang mengekspresikan protein pada sel mamalia 293T, dan dimurnikan dari supernatan kultur sel dengan kromatografi afinitas protein A. Seperti halnya pada kontrol protein RBD SARS-CoV dan MERS-CoV, protein RBD SARS-CoV-2 memiliki ekspresi yang tinggi dan kemurnian yang kuat (gambar 1b). Secara khusus, hanya RBD SARS-CoV dan SARS-CoV-2 yang dikenali oleh antibodi poliklonal spesifik-RBD SARS-CoV, tetapi tidak dikenali oleh antibodi spesifik-RBD MERS-CoV (gambar 1c), di mana hanya RBD MERS-CoV yang dikenali oleh antibodi poliklonal RBD MERS-CoV (gambar 1d), sehingga hal ini menunjukkan reaksi silang dari antibodi spesifik RBD SARS-CoV dan protein RBD SARS-CoV-2 (Tai et al., 2020).



Gambar 1. Karakterisasi RBD SARS-CoV-2. (a) Penyelarasan atau alignment sekuens multiple dari RBD protein spike SARS-CoV-2, SARS-CoV, dan MERS-CoV. Nomor akses pada GenBank adalah QHR63250.1 (SARS-CoV-2 S), AY278488.2 (SARS-CoV S), dan AFS88936.1 (MERS-CoV S). Residu asam amino yang variabel antara SARS-CoV-2 dan SARS-CoV ditandai dengan warna biru, dan residu terkonservasi pada SARS-CoV-2, SARS-CoV, dan MERS-CoV ditandai dengan warna kuning. Tanda asteriks menunjukkan residu yang terkonservasi penuh, titik dua menunjukkan residu yang sangat terkonservasi, dan tanda titik menunjukkan residu yang terkonservasi lemah. Penyelarasan dilakukan menggunakan Clustal Omega. SDS-PAGE (b) dan analisis Western Blot (c, d) dari RBD SARS-CoV-2. Penanda berat molekuler protein (kDa) terdapat pada sisi kiri. SARS-CoV dan MERS-CoV dimasukkan sebagai kelompok kontrol. Antisera (dilusi 1:300.000) dari mencit yang diimunisasi dengan RBD SARS-CoV (c) dan RBD MERS-CoV (d) digunakan untuk analisis Western Blot.


     Eksperimen dilakukan sebanyak 4 kali untuk mendeteksi ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dan reseptor hACE2. Eksperimen pertama dilakukan dengan menguji sel transfeksi hACE2/293T yang mengekspresikan hACE2 dengan menggunakan analisis flow cytometry. Oleh karena sel 293T itu sendiri tidak mengekspresikan hACE2 atau hDPP4, sel tersebut tidak dapat dikenali oleh antibodi anti-hACE2 atau anti-hDPP4 (gambar 2a, panel kiri). Hanya sel hACE2/293T, tetapi tidak pada sel hDPP4/293T, yang mengekspresikan hACE2, di mana sel tersebut dikenali oleh antibodi anti-hACE2 (gambar 2a, panel tengah). Sementara itu, hanya sel hDPP4/293T, tetapi tidak pada sel hACE2/293T, yang mengekspresikan hDPP4 dan dikenali oleh antibodi anti-DPP4 (gambar 2a, panel kanan). Data ini mengonfirmasi ekspresi hACE2 pada sel hACE2/293T dan ekspresi hDPP4 pada sel hDPP4/293T. Eksperimen kedua menggunakan sel hACE2/293T untuk mendeteksi ikatan protein RBD SARS-CoV-2 pada reseptor seluler hACE2 dengan analisis flow cytometry dan pewarnaan imunoflouresensi. RBD yang serupa dengan SARS-CoV, yaitu RBD SARS-CoV-2 berikatan dengan sel hACE2/293T yang mengekspresikan hACE2 (gambar 2b, panel kiri dan tengah), tetapi tidak berikatan dengan sel hDPP4/293T yang mengekspresikan protein hDPP4 (gambar 2c, panel kiri dan tengah). Selain itu, ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dan sel 293T yang mengekspresikan hACE2 lebih kuat dibandingkan dengan ikatannya terhadap RBD SARS-CoV (gambar 2b, panel kiri dan tengah). RBD MERS-CoV tidak berikatan dengan sel 293T yang mengekspresikan hACE2 (gambar 2b, panel kanan), tetapi berikatan dengan sel yang 293T yang mengekspresikan hDPP4 (gambar 2c, panel kanan). Hasil dari pewarnaan imunoflouresensi menunjukkan sinyal positif baik untuk hACE2 atau hFc pada sel hACE2/293T yang ditreatment dengan RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV, yang mana keduanya mengandung tag C-terminal hFc, sedangkan sel hACE2/293T yang ditreatment dengan RBD MERS-CoV (dengan tag C-terminal hFc) menunjukkan sinyal positif untuk hACE2, tetapi negatif untuk hFc, mengindikasikan bahwa tidak terjadi ikatan antara RBD MERS-CoV dengan sel 293T yang mengekspresikan reseptor protein hACE2 (gambar 2d). Data ini menunjukkan bahwa RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV dapat berikatan dengan hACE2 sel, tetapi tidak dapat berikatan dengan hDPP4. Eksperimen ketiga dilakukan untuk mendeteksi ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dengan protein hACE2 terlarut atau soluble (sACE2) dengan metode ELISA. Hasil pengukuran mengindikasikan bahwa RBD SARS-CoV-2 berikatan dengan sACE2 dalam pola yang bergantung pada dosis serta ikatan tersebut dengan 50% effective dose (EC50) yaitu 1,07 ug/ml lebih kuat dibandingkan ikatan antara RBD SARS-CoV dan sACE2 (EC50: 1,66 ug/ml). Sebaliknya, MERS-CoV tidak berikatan dengan sACE2 (gambar 2e). Sementara itu, baik RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV tidak berikatan dengan protein sDPP4, sedangkan RBD MERS-CoV berikatan dengan sDPP4 (EC50: 0,92 ug/ml) (gambar 2f). Data tersebut menunjukkan bahwa baik RBD SARS-CoV-2 dan RBD SARS-CoV dapat berikatan dengan hACE2 di dalam larutan, tetapi tidak dapat berikatan dengan hDPP4 di dalam larutan. Eksperimen keempat dilakukan dengan analisis flow cytometry untuk melihat indikasi bahwa ikatan antara RBD SARS-CoV-2 dan reseptor hACE2 pada sel dapat dihambat secara signifikan oleh protein sACE2 (gambar 2g, i), tetapi tidak dapat dihambat oleh protein sDPP4 (gambar 2h, i). Secara bersama-sama, hasil teresbeut mengonfirmasi bahwa RBD SARS-CoV-2 dapat berikatan dengan protein hACE2 pada sel dan di dalam larutan.



Gambar 2. Deteksi ikatan RBD SARS-CoV-2 terhadap reseptor protein hACE2. (a) Analisis flow cytometry dari ekspresi reseptor pada garis sel yang stabil. (Panel kiri) Sel 293T sendiri tidak mengekspresikan reseptor human ACE2 (hACE2) (garis oranye) maupun reseptor hDPP4 (garis biru). (Panel tengah) Sel 293T yang mengekspresikan hACE2 (hACE2/293T) hanya mengekspresikan reseptor hACE2 (garis kuning), tetapi tidak mengekspresikan protein hDPP4 (garis biru). (Panel kanan) Sel 293T yang mengekspresikan reseptor human DPP4 (hDPP4/293T) hanya mengekspresikan reseptor hDPP4 (garis biru), tetapi tidak mengekspresikan protein hACE2 (garis oranye). Mock-incubated cells (kurva yang diarsir abu-abu) digunakan sebagai kontrol. Gambar yang mewakili dan median fluorescence intensity (MFI) ± standard error (s.e.m) ditunjukkan pada grafik tersebut. (b, c) analisis flow cytometry ikatan RBD SARS-CoV-2 dengan reseptor hACE2 pada garis sel stabil hACE2/293T. Protein RBD SARS-CoV-2 berikatan kuat dengan sel hACE2/293T (b, panel kiri, garis merah), tetapi tidak berikatan dengan sel hDPP4/293T (c, panel kiri, garis ungu). Protein RBD SARS-COV berikatan dengan sel hACE2/293T (b, panel tengah, garis merah), tetapi tidak berikatan dengan sel hDPP4/293T (b, panel tengah, garis ungu). Protein RBD MERS-CoV tidak berikatan dengan sel hACE2/293T (b, panel kanan, garis merah), tetapi berikatan dengan sel hDPP4/293T (b, panel kanan, garis ungu). Sel yang diinkubasi dengan protein human IgG-Fc (hIgG-Fc, yang disingkat menjadi hFc) (garis biru) dan mock incubated cell (area berwarna abu-abu) dimasukkan ke dalam kelompok kontrol (b, c). Gambar yang merepresentasikan dan MFI ± s.e.m tampak pada grafik. (d) Deteksi imunoflouresensi dari ikatan RBD SARS-CoV-2 dengan reseptor hACE2 pada sel hACE2/293T. RBD SARS-CoV-2 (hijau) dan RBD SARS-CoV (hijau), masing-masing digabungkan dengan C-terminal hFc, diwarnai dengan FITC-labeled goat anti-human IgG antibody (1:500). hACE2 diwarnai dengan goat-anti-hACE2 antibody (5 ug/ml) dan Alexa-Fluor 747-labeled anti-goat antibody (merah) (1:200). Protein Fc-fused RBD MERS-CoV tidak berikatan dengan hACE2, sehingga hanya terdeteksi hACE2 (merah), tetapi tidak terdeteksi RBD (hijau), yang dapat dideteksi pada sel hACE2/293T. Nukleus sel diwarnai dengan 4,6-diamidino-2-phenylindole (DAPI, biru). Garis skala: 10 Âµm. (e) Deteksi ikatan dosis dependen dari RBD SARS-CoV-2 terhadap reseptor hACE2 terlarut (sACE2) dengan menggunakan ELISA. Ikatan RBD SARS-CoV-2 pada reseptor hDPP4 terlarut (sDPP4) (f), serta ikatan antara RBD SARS-CoV dan RBD MERS-CoV terhadap reseptor sACE2 (e) atau sDPP4 (f) diuji. Kontrol yang digunakan adalah hFc. 50% effective dose (EC50) dihitung untuk ikatan antara protein RBD SARS-CoV-2 (hitam) atau RBD SARS-CoV (merah) terhadap protein hACE2 (e, sACE2), atau ikatan antara RBD MERS-CoV terhadap protein hDPP4 (f, sDPP4). (g-i) Analisis flow cytometry untuk penghambatan ikatan RBD SARS-CoV-2 pada sel hACE2/293T oleh sACE2. Ikatan antara RBD SARS-CoV-2 pada sel hACE2/293T (gh, hijau) dihambat oleh sACE2 (g, hitam), tetapi tidak dihambat oleh sDPP4 (h, hitam). Sel yang telah diinkubasi dengan protein hFc (biru) dan mock-incubated cells (area abu-abu) dimasukkan sebagai kelompok kontrol (g, h). Grafik (i) menunjukkan kemampuan inhibisi dari sACE2 atau sDPP4 yang dinyatakan dalam satuan MFI ± s.e.m . MFI yang rendah berkaitan dengan kemampuan inhibisi yang tinggi.


     Seperti halnya SARS-CoV dan MERS-CoV, SARS-CoV-2 juga berasal dari binatang kelelawar (Zhou et al., 2020; Li et al., 2005). Deteksi dilakukan untuk melihat afinitas ikatan antara RBD SARS-CoV-2 terhadap reseptor bat ACE2 (bACE2) dan dibandingkan dengan RBD SARS-CoV. Transfeksi plasmid ekspresi bACE2 dilakukan secara transien pada sel 293T dan transfeksi plasmid ekspresi hACE2 dimasukkan sebagai kelompok kontrol, yang kemudian dideteksi menggunakan intensitas fluoresensi 48 jam kemudian. Hasil yang diperoleh menunjukkan RBB SARS-CoV-2 berikatan dengan kuat pada sel 29T yang mengekspresikan bACE2 (bACE2/293T) dengan intensitas yang serupa pada sel hACE2/293T (gambar 3a, c), dan ikatan tersebut bersifat dosis dependen (gambar 3e, f). Selain itu, afinitas ikatan antara RBD SARS-CoV-2 terhadap sel bACE2/293T (EC50: 0,08 µg/ml) atau sel hACE2/293T (Ec50: 0,14 µg/ml) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan ikatan antara RBD SARS-CoV terhadap sel bACE2/293T (EC50: 0,98 µg/ml) atau sel hACE2/293T (EC50: 1,32 µg/ml) (gambar 3b, d-f). Akan tetapi, RBD MERS-CoV tidak berikatan baik pada sel 293T yang mengekspresikan bACE2 atau hACE2 (gambar 3). Data ini mengindikasikan bahwa RBD SARS-CoV-2 dapat berikatan baik dengan bACE2 maupun hACE2. Afinitas tersebut juga mungkin sedikit menjelaskan mengapa SARS-CoV-2 lebih mudah menular dibandingkan dengan SARS-CoV (Tai et al., 2020).



Gambar 3. Perbandingan antara ikatan RBD SARS-CoV-2 pada reseptor ACE2 kelelawar dan manusia. Analisis flow cytometry dari ikatan RBD SARS-CoV-2 pada reseptor bACE2 dan hACE2 yang diekspresikan sel 293T. Sel 293 secara transien ditransfeksi dengan plasmid hACE2 atau bACE2 dan diinkubasi dengan protein RBD SARS-CoV-2 pada beberapa konsentrasi untuk dianalisa. Protein RBD SARS-CoV dan MERS-CoV digunakan sebagai kelompok kontrol. Gambaran respresentatif ikatan protein RBD SARS-CoV-2 (2,5 µg/ml) dengan sel bACE2/293T (a, garis hitam) atau sel hACE2/293T (c, garis hitam). Ikatan antara protein RBD SARS-CoV (2,5 µg/ml) dan bACE2/293T (b, garis merah) atau hACE2/293T (d, garis merah) digunakan sebagai perbandingan. Protein RBD MERS-CoV (garis hijau) dan mock-incubated cells (area abu-abu) dimasukkan ke dalam kelompok kontrol (a – d). Diagram dan menunjukkan ikatan dosis dependen dari protein RBD SARS-CoV-2 dan sel bACE2/293T (e), atau sel hACE2/293T (f) yang dianalisa dengan flow cytometry. Perbedaan yang signifikan antara ikatan RBD SARS-CoV-2 (hitam) dan RBD SARS-CoV (merah) terhadap reseptor bACE2 yang diekspresikan sel 293T (e), atau reseptor hACE2 (f) diidentifikasi berdasarkan nilai dari EC50.


     Evaluasi kemudian dilakukan untuk melihat potensi protein RBD SARS-CoV-2 sebagai inhibitor entri virus. Hal ini dilakukan dengan membuat pseudotype dari SARS-CoV-2 dengan cara ko-transfeksi plasmid yang menyandi Env-defective, luciferase-expressing HIV-1 (pNL4-3.luc.RE) dan plasmid yang menyandi S-protein SARS-COV-2 ke dalam sel 293T, yang kemudian diikuti dengan pengumpulan supernatan yang mengandung pseudovirus. Pengujian kemudian dilakukan dengan inkubasi protein RBD SARS-CoV-2 dan sel target hACE2/293T dengan dilusi serial, dilanjutkan dengan penambahan pseudovirus serta deteksi aktivitas inhibisi infeksi. Dengan kemampuan infeksi yang hanya satu kali, pseudovirus yang mengekspresikan S-protein tidak melakukan replikasi pada sel target. Dengan demikian, inhibisi dari infeksi pseudovirus mencerminkan inhibisi dari entri virus yang dimediasi oleh S-protein, tetapi tidak mencerminkan inhibisi replikasi virus. Seperti yang diharapkan, protein RBD SARS-CoV-2 menghambat entri pseudovirus SARS-CoV-2 ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hACE2 secara dose dependen dengan 50% inhibitory concentration (IC50) yaitu 1,35 µg/ml. Menariknya, RBD SARS-CoV-2 juga menghambat entri pseudovirus SARS-CoV ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hACE2 dengan IC50 yaitu 5,47 µg/ml (gambar 4a). Hal serupa juga dijumpai pada protein RBD SARS-CoV yang menghambat entri baik pseudovirus SARS-CoV maupun pseudovirus SARS-CoV-2 ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hACE2 dengan masing-masing IC50 yaitu 4,1 dan 11,63 µg/ml. Selain itu, baik RBD SARS-CoV-2 maupun RBD SARS-CoV tidak menghambat entri pseudovirus MERS-CoV ke dalam sel 293T yang mengekspresikan hDPP4 (gambar 4c), akan tetapi RBD MERS-CoV menghambat masuknya pseudovirus MERS-CoV dengan IC50 yaitu 22,25 µg/ml (gambar 4c). Hasil ini menunjukkan bahwa RBD SARS-CoV-2 mungkin dapat digunakan sebagai agen terapetik yang efektif terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan SARS-CoV.



Gambar 4. Kemampuan RBD SARS-CoV-2 dalam menghambat entri virus, serta reaktivitas silang dan netralisasi silang dengan SARS-CoV. (a) Inhibisi yang bersifat dosis dependen dari protein RBD SARS-CoV-2 terhadap entri pseudotype SARS-CoV-2 ke dalam sel hACE2/293T. RBD SARS-CoV dan MERS-CoV, serta hDPP4/293T digunakan sebagai kontrol. Protein RBD SARS-CoV-2 menghambat entri pseudovirus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV ke dalam sel target hACE2/293T, tetapi tidak menghambat masuknya pseudovirus MERS-CoV ke dalam sel target hDPP4/293T. (b) Protein RBD SARS-CoV menghambat baik entri pseudovirus SARS-CoV-2 maupun SARS-CoV, tetapi tidak menghambat entri pseudovirus MERS-CoV. (c) Protein RBD MERS-CoV tidak menghambat baik entri pseudo virus SARS-CoV-2 maupun SARS-CoV, tetapi menghambat entri pseudovirus MERS-CoV. Tingkat 50% inhibitory concentration (IC50) dikalkulasi untuk protein RBD SARS-CoV-2 (ab, garis hitam) atau RBD SARS-CoV (ab, garis merah) terhadap pseudovirus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV, serta protein RBD MERS-CoV (hijau) terhadap pseudovirus MERS-CoV (c). (d) Reaktivitas silang dari protein RBD SARS-CoV-2 dengan sera spesifik RBD SARS-CoV tikus menggunakan ELISA. Sera dari tikus yang diimunisasi dengan sel mamalia yang mengekspresikan protein RBD SARS-CoV digunakan sebagai bahan uji, sedangkan sera dari tikus yang diimunisasi dengan sel mamalia yang mengekspresikan protein RBD MERS-CoV digunakan sebagai kontrol. Data dipresentasikan sebagai rata-rata dari A450 ± s.e.m (n = 4). Titer antibodi IgG dihitung sebagai titik akhir dilusi yang masih terdeteksi positif adanya ikatan antara protein RBD SARS-CoV-2 (hitam), atau protein RBD SARS-CoV (merah) pada sera anti-RBD SARS-CoV (d) dan untuk ikatan antara protein RBD MERS-CoV (hijau) pada sera anti-RBD MERS-CoV (e). Diagram (f) menunjukkan netralisasi silang dari sera tikus yang diimunisasi dengan RBD SARS-CoV terhadap infeksi SARS-CoV-2 dengan assay netralisasi pseudovirus. Sera tikus yang diimunisasi dengan RBD MERS-CoV digunakan sebagai kontrol. Data dipresentasikan sebagai rata-rata netralisasi (%) ± s.e.m (n = 4). Titer 50% antibodi netralisasi (NT50) dikalkulasi terhadap pseudovirus SARS-CoV-2 (hitam), atau pseudovirus SARS-CoV (merah), yang menginfeksi sel hACE2/293T (f), serta terhadap pseudovirus MERS-CoV (hijau) yang menginfeksi sel hDPP4/293T (g).


     Oleh karena SARS-CoV-2 secara filogonetis lebih mirip dengan SARS-CoV dibandingkan MERS-CoV (Zhou et al., 2020), reaktivitas silang terdeteksi pada antibodi spesifik-RBD SARS-CoV dengan SARS-CoV-2 dan aktivitas netralisasi silang dari antibodi spesifik-RBD SARS-CoV terhadap pseudovirus SARS-CoV-2. Pengujian dilakukan dengan ELISA untuk melihat reaktivitas antara sera tikus yang diimunisasi dengan RBD SARS-CoV terhadap RBD SARS-CoV-2. Hasil pengujian menunjukkan RBD SARS-CoV-2 bereaksi kuat dengan Immunoglobulin (IgG) anti-RBD SARS-CoV dengan titer antibodi 1:2,4 x 104 (4d), tetapi tidak bereaksi dengan IgG anti-RBD MERS-CoV (4e). Seperti yang diharapkan, RBD SARS-CoV bereaksi kuat dengan IgG anti-RBD SARS-CoV pada titer antibodi 1:1,4 x 105 (4d), tetapi tidak bereaksi dengan IgG anti-RBD MERS-CoV (4e). RBD MERS-CoV tidak bereaksi dengan IgG anti-RBD SARS-CoV (4d), tetapi bereaksi dengan IgG anti-RBD MERS-CoV pada titer antibodi 1:1,3 x 105 (4e).

      Pengujian selanjutnya dilakukan dengan assay netralisasi pseudovirus untuk melihat aktivitas netralisasi silang dari sera tikus yang diimunisasi RBD SARS-CoV terhadap infeksi pseudovirus SARS-CoV-2. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa antisera spesifik-RBD SARS-CoV dapat menetralisasi infeksi pseudovirus SARS-CoV-2 dengan titer antibodi netralisasi 1:323, sementara itu antisera dapat menetralisasi infeksi pseudovirus SARS-CoV dengan titer antibodi netralisasi 1:1,2 x 104 (4f). Sera tikus yang diimunisasi RBD MERS-CoV hanya menetralisasi infeksi pseudovirus MERS-CoV terhadap sel hDPP4/293T dengan titer antibodi netralisasi 1:4 x 104 (4g), tetapi tidak dapat menetralisasi infeksi baik oleh pseudovirus SARS-CoV-2 maupun SARS-CoV (4f). Data ini mengindikasikan bahwa antibodi spesifik-RBD SARS-CoV dapat bereaksi silang dengan RBD SARS-CoV-2 dan menetralisasi silang infeksi pseudovirus SARS-CoV-2 (Tai et al., 2020).

     Secara ringkas, karakterisasi dari protein RBD SARS-CoV-2 menunjukkan ikatan yang kuat pada sel yang mengekspresikan ACE2 (sel ACE2/293T) serta protein reseptor ACE2 terlarut (sACE2) yang berasal baik dari manusia (hACE2) maupun kelelawar (bACE2). Protein RBD tersebut juga menunjukkan afinitas ikatan yang lebih tinggi terhadap reseptor ACE2 dibandingkan RBD SARS-CoV. Protein RBD SARS-CoV-2 dapat menghambat entri dari pseudovirus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV yang dimediasi oleh S-protein pada sel yang mengekspresikan reseptor ACE2, mengindikasikan potensi dari protein RBD SARS-CoV-2 sebagai inhibitor penempelan serta entri virus SARS-CoV-2 dan SARS-CoV ke dalam sel. Antibodi yang diinduksi oleh RBD SARS-CoV dapat bereaksi silang dengan RBD SARS-CoV-2 dan netralisasi silang infeksi pseudovirus SARS-CoV-2, mengindikasikan bahwa antibodi spesifik-RBD SARS-CoV mungkin dapat  digunakan sebagai tatalaksana infeksi SARS-CoV-2, serta baik protein RBD SARS-CoV maupun protein RBD SARS-CoV-2 mungkin dapat digunakan sebagai kandidat vaksin untuk menginduksi reaksi silang atau antibodi netralisasi silang untuk pencegahan infeksi SARS-CoV dan SARS-CoV-2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan dan desain vaksin SARS-CoV-2 berbasis RBD serta terapi (Tai et al., 2020).


Edit: 25 Mei 2020


Referensi:
  • Du, L., Tai, W., Zhou, Y., Jiang, S. 2016. Vaccines for the prevention against the threat of MERS-CoV. Expert Rev. Vaccines 15, 1123–1134.
  • Li, F., Li, W., Farzan, M., Harrison, S. C. 2005. Structure of SARS coronavirus spike receptor-binding domain complexed with receptor. Science. 309, 1864–1868.
  • Tai, W., He, L., Zhang, X., Pu, J., Voronin, D., Jiang, S. 2020. Characterization of the receptor-binding domain (RBD) of 2019 novel coronavirus: implication for development of RBD protein as a viral attachment inhibitor and vaccine. Cell Mol Immunol. https://doi.org/10.1038/s41423-020-0400-4
  • Zaki, A. M., van Boheemen, S., Bestebroer, T. M., Osterhaus, A. D. & Fouchier, R. A. 2012. Isolation of a novel coronavirus from a man with pneumonia in Saudi Arabia. N. Engl. J. Med. 367, 1814–1820.
  • Zhong, N. S. et al. 2003. Epidemiology and cause of severe acute respiratory syndrome (SARS) in Guangdong, People’s Republic of China. Lancet. 362, 1353–1358.
  • Zhou, P., et al. 2020. A pneumonia outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature. 579, 270–273.

No comments

Tulis komentar Anda...

Powered by Blogger.