Perubahan Biomarker Genetik dan Epigenetik pada Neoplasia Maligna
Karsinogenesis terjadi melalui perubahan
genetik dan epigenetik yang memungkinkan sel melepaskan diri dari jaringan kontrol
yang ketat dalam mengatur keseimbangan homeostasis antara proliferasi dan
kematian sel (Hanahan & Weinberg, 2000). Eksprerimen yang dilakukan oleh
Weinberg et al. menunjukkan bahwa
perubahan dari sel primer menjadi sel ganas secara in vitro membutuhkan
perubahan fungsi dalam beberapa mekanisme di mana sel mengatur pertumbuhan,
pembelahan, posisi, diferensiasi, dan rentang atau masa hidup sel (Elenbaas et al., 2001). Penelitian yang dilakukan
pada awal tahun 90-an telah mempopulerkan pandangan bahwa akuisisi bertahap
dari perubahan genetik dapat menentukan prubahan morfologis yang menyertai
progresi kanker (Fearon & Vogelstein, 1990). Namun, konsep perubahan secara
‘sekuensial’ ini mendapat perhatian dari pengamatan bahwa tumor individual
menunjukkan heterogentias yang besar dalam pola perubahan genetik, perubahan
epigenetik dan ekspresi gen, meskipun dalam kelompok histologis yang homogen
(Feinberg et al., 2006). Selain itu,
fenotip maligna dapat dipertahankan oleh sub-populasi kecil yang memiliki
karakteristik sel punca (Kim et al.,
2005), yang menunjukkan bahwa heterogenitas tumor tidak hanya disebabkan oleh
akuisisi mutasi tetapi juga disebabkan oleh ekspansi klonal sel yang mengalami
mutasi. Gagasan bahwa kanker tidak lebih agresif pada stadium awal dibandingkan
pada stadium akhir dibantah dengan identifikasi bahwa pada kanker stadium awal
memiliki kemiripan profil ekspresi gen dengan kanker pada stadium akhir
(Schedin & Elias, 2004). Oleh karena itu, terdapat beberapa mekanisme di
mana sel dapat berkembang menjadi malignansi, dan hal ini merupakan akumulasi
dan kerjasama antara perubahan genetik dan epigenetik, dibandingkan dengan
urutan kejadiannya yang dapat menyebabkan karsinogenesis (Herceg & Hainaut,
2007).
Pengurutan genom manusia telah
memungkinkan untuk mengidentifikasi perubahan genetik pada kanker secara detail.
Studi yang dilakukan oleh Sjoblom et al. (2006)
telah mengidentifikasi 13.023 gen yang dianalisa dari 11 spesimen kanker
payudara dan 11 spesimen kanker
kolorektal. Analisis tersebut menunjukkan bahwa mungkin terdapat akumulasi 90
gen mutan pada tumor individual tetapi hanya subset dari gen tersebut yang
mungkin berperan dalam perkembangan neoplastik. Dengan menggunakan kriteria
yang ketat untuk menggambarkan subset ini, penulis mengidentifikasi bahwa tumor
rata-rata mengandung 11 gen yang
mengalam mutasi pada frekuensi yang signifikan, termasuk onkogen dan
tumor suppressor gen, serta gen baru yang diprediksi mempengaruhi fungsi
seluler seperti adhesi sel, transkripsi, dan invasi.
Selain perubahan genetik, peristiwa
epigenetik juga menjadi mekanisme kunci dalam perkembangan kanker pada manusia.
Penelitian tentang epigenetika telah semakin meningkatkan pemahaman mengenai
fungsi penting dari mekanisme epigenetik pada proses seluler normal dan abnormal
yang menyebabkan penyakit terutama kanker. Dengan demikian, genetik dan
epigenetika merpuakan mekanisme yang saling melengkapi dan trelibat dalam
setiap langkah dari karsinogenesis, dari respon terhadap karsinogen hingga
perkembangan menjadi malignansi (gambar 1).
PERUBAHAN GENETIK
Pada
kanker, terjadi mutasi somatik yang terakumulasi dengan kecepatan yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan dengan sel normal, suatu karakteristik
yang disebut sebagai “fenotip mutator”. Kemampuan sel kanker dalam mengakumulasi
mutasi ini merupakan hal penting dalam perkembangan kanker termasuk berperan
dalam perkembangan resistensi terhadap agen sitotoksik (Bielas et al., 2006). Fenotip mutator dapat
disebabkan oleh berbagai macam mekanisme, misalnya kelianan dalam regulasi siklus
sel, apoptosis, jalur DNA repair spesifik, kesalahan DNA polymerase, atau dapat
disebabkan karena kelainan genetik. Misalnya, pada pasien HNPCC (hereditary non
polyposis colorectal cancer) menunjukkan instabilitas mikrosatelit yang
berkaitan dengan mutasi pada gen yang berperan dalam jalur DNA mismatch repair
(Abdel Rahman et al., 2006). Namun,
subset penting dari kanker kolorektal yang menunjukkan instabilitas
mikrosatelit tidak mengalmai mutasi pada mismatch repair gen, akan tetapi gen
tersebut mengalami penekanan oleh hipermetilasi promoter (Herman et al., 1997).
Mutasi pada sel kanker meliputi jangkauan
yang luas pada perubahan DNA, termasuk perubahan dalam jumlah salinan kromosom
atau perubahan kromosom yang mencakup jutaan pasang basa seperti translokasi,
delesi, amplifikasi, serta perubahan kecil pada sekuens DNA misalnya mutasi
titik pada satu nukleotida pada lokasi penting pada gen yang bertkaitan dengan
kanker (Sugimura et al., 1992).
Perubahan tersbeut dapat terjadi secara bersamaan pada satu jenis tumor.
Tumor seperti halnya lesi prekursor
memiliki populasi sel yang heterogen, termasuk sel normal misalnya sel stromal
atau sel inflamasi. Pada analsiis yang dilakukan terhadap lesi tersebut, adanya
sel non-tumor dapat menutupi deteksi perubahan genetik pada populasi sel
kanker. Penggunaan mikrodiseksi laser-guided memungkinkan isolasi secara
selektif kelompok sel pada suatu populasi spesifik tertentu. Jika pendekatan
ini digabungkan dengan metode deteksi berbasis PCR yang lebih sensitif,
memungkinkan profiling molekuler dengan resolusi tinggi pada kelompok sel
tertentu (Garnis et al., 2004).
Sleain tiu, metode PCR memungkinkan untuk mendeteksi perubahan somatik genetik
dalam jumlah kecil pada DNA yang terdapat pada cairan biologis misalnya saliva
atau plasma, serta sel yang diambil dari asal yang beragam, sehingga memberiakn
peluang untuk mendeteksi kanker dan lesi prekanker dengan skirning genetik non
invasif untuk pada mutasi somatik (Gormally et
al., 2007).
Beberapa database telah tersedia yang
memuat penyusunan mutasi pada gen kanker yang dilaporkan dalam beberapa
literatur. Basis data yang paling besar adalah COSMIC yang dikelola oleh Sanger
Institute Hinxton, United Kingdom (http://www.sanger.ac.uk/genetics/CGP/cosmic/)
(Forbes et al., 2006). Database ini menyimpan deskripsi lebih dari 40.000
mutasi individual yang terjadi pada 291 gen yang telah diidentifikasi mengalamu
mutasi dan berimplikasi pada perkembangan kanker. Daftar gen ini dapat diakses
melalui http://www.sanger.ac.uk/genetics/CGP/Census/.
Mutasi yang paling sering terjadi adalah translokasi kromosom yang menciptakan
gen chimeric, yaitu gen baru yang berasal dari kombinasi dua atau lebih sekuens
DNA. Dari perspektif fungsional, domain yang paling sering disandi oleh gen
kanker adalah domain protein kinase (protein fosfatase). Contoh gen kanker yang
biasanya mengalami mutasi pada domain tersebut adalah gen EGFR, yang menyandi
protein Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), dan palling sering mengalami
mutasi pada adenocarcinoma paru pada bukan perokok (Shigematsu & Gazdar,
2006). Domain fungsional yang mengalami mutasi lainnya umumnya terlibat dalam
pengikatan DNA dan regulasi transkripsional. Contohnya adalah gen kanker yaitu
tumor suppressor gene TP53, di mana terjadi perubahan pada setengah kanker
manusia yang disebabkan oleh mutasi atau hilangnya alel pada gen tersebut
(Hainaut & Hollstein, 2000).
Meskpiun telah dilakukan upaya yang
intensif untuk mendeskripsikan dana membuat katalog mutasi, signifikansi mereka
sebagai biomarker dalam seting klinis sebagian besar masih harus ditentukan.
Sejauh ini, sebagian besar penelitian yang dilakukan terdiri dari analisis seri
klinis retrospektif yang kurang memiliki desain dan kekuatan untuk menilai
deteksi mutasi sebagai diagnosis atau prognosis kanker. Conoth mutasi yang
relevan secara klinis kpada kanker manusia adalah TP53 dan EGFR yang mungkin
dapat digunakan sebagai biomarker yang signifikan untuk deteksi dan diagnosis
kanker.
Mutasi TP53
TP53 menyandi faktor transkripsi sepanjnag
393 residu yang meregulasi eskpresid ari berbagai gen yang terlibat dalam
respon anti-proliferasi ketika berada pada kondisi stress, misalnya kerusakan
DNA tertentu. Sehingga gen ini berfungsi sebagai perlindungan penting terhadap
proliferasin sel sebelum waktunya daalm kondisi genotoksik. Database yang
dikelola oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) mencatta
sekitar 24.00 mutasi somatik pada gen TP53 yang terdeteksi di hampir setiap
jenis kanker manusia (Olivier et al.,
2002). Sebagian besar mutasi ini adalah substitusi missense (74%) yang
dihasilkan dari substitusi nukleotida tunggal yang secara berkelompok terdapat
pada ekson 5-8, ssehingga mengubah konformasi atau aktivitas biokimia dari
domain protein yang terlibat dalam pengikatan DNA spesifik (gambar 2A). Pada
wal tahun 90-an, telah diketahui bahwa mutasi TP53 tidak terjadi secara acak,
dan terdapat perbedaan yang signifikan dalam pola mutasi, khusunya antara
kanker yang sangat berkaitan dengan paparan mutagen lingkungan. Dengan
demikian, salah satu penerapan mutasi TP53 sebagai biomarker adalah dalam
epidemiologi molekuler, sebgaai penanda spesifik dari paparan mutagenik.
Terdapat bukti bahwa pola mutasi pada kanker secara umum menunjukkan perbedaan
yang signifikan berkaitan dengan variasi geografis dalam insidensi, yang
mungkin menunjukkan perbedaan dalam paparan karsinogen lingkungan yang spesifik
(Hainaut & Hollsetin, 2000).
![]() |
Gambar 2, Mutasi yang paling sering pada TP53 dan EGFR. Lokasi mutasi diberi kode dengan warna. Regio yang mencakup residu 753 - 758 pada EGFR sering menjadi target delesi. |
Beberapa studi menunjukkan signifikansi
deteksi dari mutasi TP53 pada cairan tubuh untuk deteksi dini kanker. Misalnya,
mutasi kadang dapdt terdeteksi pada DNA dari sputum atau dari eskfoliasi sel
bronkial pada subjek dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Wang et al., 2006). Sumber DNA yang mungkin
potensila untuk deteksi dini kanker adalah plasma darah, yang mengandung
sejumlah kecil fragmen DNA bebas yang berasal dari apoptosis atau nekrosis sel
normal dan sel kanker. Mutasi TP53 dalam DNA plasma telah dilaporkan pada
pasien dengan kanker kolon, pankreas, paru-paru, dan hepar. Misalnya, mutasi
TP53 yang diinduksi aflatoksin pada kodon 249 telah terdeteksi dalam plasma
subjek non-kanker yang merupakan karier kronis virus Hepatitis B, hingga 5
tahun ke depan dari perkembangan kanker hat (Jackson et al., 2003). Pada studi prospektif yang lebih besar, adnaya
mutasi pada TP53 dan/atau KRAS pada DNA plasma subjek yang sehat adalah
prediksi risiko kanker kandung kemih (Gormally et al., 2006). Namun, hal tersebut masih belum jelas apakah TP53
mutan dalam DNA plasma berasal dari kanker yang tidak terdeteksi secara klinis
atau lesei prekanker, atau berasal dari sel normal yang menddapat paparan
mutagen.
Sejumlah penelitian besar menginvestigasi
nilai prediktif dari mutasi TP53 untuk respon tumor terhadap terapi dan luaran
pasien pada berbagai jenis kanker. Pada beberapa jenis kanker, adanya mutasi
berkaitan dengan penurunan survival atau respon yang buruk terhadap terapi.
Misllnya mutasi pada regio DNA-binding domain (DBD) telah berulang kali
dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada beberapa jenis kanker. Berdasarkan
data yang dikumpulkan dari seri kasus yang berbeda di Eropa, dilakukan
penilaian yang rinci tentang
signifikasni prognostik mutasi TP53 pada 1794 pasien dengan knaker payudara (Olivier
et al., 2006). Dalam kasus ini,
secara keseluruhan prevalensi mutasi TP53 pada ekson 5-8 terjadi pada 21%
kasus. Hasil dari studi kohort besar ini menunjukkan bahwa mutasi TP53
merupakan predikotr dari survival yang buruk secara keseluruhan yang independen
dari faktor prognostik yang ada lainnya seperti ukuran tumor, limfonodi, serta
reseptor estrogen dan progesteron. Mutasi missense yang terletak pada
DNA-binding motif dan mutasi non-missense berkaitan dengan luaran yang buruk.
Studi terbaru tentang profiling ekspresi gen menggunakan micro-arrays
menunjukkan bahwa mutasi TP53 berkaitan dengan profil ekspresi spesifik.
Sementara itu klasifikasi tumor berdasarkan profil tersebut mrupakan prediktor
yang lebih kuat dibandingkan marker klinis-patologis lainnya, mutasi TP53
berkorelasi dengan profil ekspresi gen yang terkait dengan luaran yang buruk.
Mutasi EGFR
Famili
Epithelial Growth Factor Receptor (EGFR)
termasuk subkelas I dari superfamili reseptro Tyrosine Kinase. Subkelas ini
terdiri dari 4 gen yang menyandi monomer transmembran reseptor Tyrosine Kinase,
yaitu EGFR (ErbB1), HER2 (ErbB2), EGFR3 (ErbB3), dan EGFR4 (ErbB4). Setelah
berikatan dengan ligand, reseptor tersebut mengalami homo- atau
heterodimerisasi dan aktivasi domain kinase intraseluler yang terkonservasi, menghasilkan
aktivasi beberap jalur hilir yang memediasi respon proliferatif dan
anti-apoptosis. EGFR dan HER2 sering mengalami perubahan pada berbagai jenis
kanker, seperti amplifikasi, mutasi titik, atau keduanya. Amplifikasi EGFR
terdeteksi pada kanker otak dan sebagian kecil dari kanker epitel seperti
karsinoma skuamosa oral atau kanker esophagus. Amplifikasi dan overekspresi
HER2 sering terjadi pada kanker payudara dan kanker ovarium (Harari &
Yarden, 2000).
Dalam beberapa tahun terakhir, mutasi
domain Tyrosine Kinase EGFR telah menarik minta yang cukup besar karena potensi
signifikansi klinis mereka dalam memprediksi respon terapi pada pasien kanker
paru-paru terhadap molekul kecil Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) seperti
erlotinib atau gefitinib (Paez et al.,
2004). Database mutasi EGFR pada non-small cell lung carcinoma (NSCLC)
diidentifikasi dan dicatat dari beberapa pasien kanker paru-paru. Mutasi domain
Tyrosine Kinase EGFR terutama terjadi pada kanker paru-paru dari bukan perokok,
dan saling memberikan hubungan timbal balik dengan mutasi pada KRAS, suatu
protein yang terlibat dalam transduksi sinyal hilir EGFR (Shigematzu &
Gatzar, 2006). DEngan demikian, mutasi pada EGFR dapat merepresentasikan biomarker
dari proses karsinogenesis kanker paru-paru berbeda dari inisiasi yang
disebabkan oleh paparan asap tembakau (Herceg & Hainaut, 2007).
Muutasi EGFR terkonsentrasi pada 4 ekson
pertama dari domain Tyrosine Kinase (ekson 18 – 21) dan termasuk mutasi titik,
delesi, dan insersi. Jenis mutasi utama adalah delesi pada ekson 19 mutasi
titii tunggal pada ekson 21, L858R, yang secara bersama-sama berperan pada
sebanyak 80% mutasi (gambar 2B). Kadang-kadang mutasi titik terjadi pada
beberapa lokasi secara bersamaan. Mutasi ini menyebabkan perubahan struktur
dari domain Tyrosine Kinase yang terlibat dalam pengikatan ATP, sehingga
memberikan independensi dari ligand an aktivavasi selefktif jalur hilir Akt dan
STAT, yang menyebabkan survavbilitas sel dan ketergantungan terhadap sinyal
EGFR. Mematikan ketergantungan ini dengan Tyrosine Kinase Inhibitor mungkin
memberikan pendekatan terapetik yang baik. Studi klinis awal telah menunjukkan regresi
tumor secara signifikan pada pasien yang diterapi dengan TKI. Namun, studi
klinis terbaru menunjukkan bahwa mutasi EGFR itu sendiri tidak sepenuhnya
merupakan prediktor dari respon pasien terhadap terapi TKI. Peningkatan jumlah
salinan gen EGFR dank o-eskpresi dari anggota family EGFR yang lain mungkin
penting dalam menentukan sensitivitas dan respon klinis terhadap TKI (Takano et al., 2005). Selain itu, tatalaksana
dengan TKI mungkin bermanfaat pada pasien tanpa perubahan karakteristik
molekuler dari anggota famili EGFR. Sejauh ini, klasifikasi berdasarkan pola
ekspresi gen menunjukkan bahwa sebagian besar tumor dengan tingkat aktivasi
EGFR yang tinggi secara independen dari mekanisme aktivasi molekuler, telah
memberikan kemungkinan untuk mengembangkan model prediktif sensitivitas EGFR
TKI yang tidak diperoleh dengan biomarker atau karakteristik klinik tunggal
(Balko et al., 2006).
PERUBAHAN EPIGENETK
Terminologi
‘epigenetik’ mendeskripsikan semua perubahan pada ekspresi gen dan struktur
kromatin yang tidak termasuk dalam kode sekuens DNA itu sendiri. Dengan sedikit
pengecualian (sel B dan sel T limfosit pada sistem imun), semua proses
diferensiasi dipicu dan dipertahankan melalui mekanisme epigenetik. Pewarisan
epigenetik meliiputi metilasi DNA, modifikasi histon, dan silencing yang
dimediasi RNA, yang semua hal tersebut merupakan mekanisme esensial
yang memungkinkan perambatan atau propagasi secara stabil aktivitas gen dari
satu generasi sel ke generasi berikutnya
(Freinberg et al., 2006). Gangguan
dari ketiga mekanisme epigenetik yang saling memberikan hubungan timbal balik
tersebut dapat menyebabkan kesalahan ekspresi gen, sehingga menyebabkan
perkembangan kanker atau ‘penyakit epigenetik’ (Egger et al., 2004). Meskipun sebelumnya terdapat ketidakpastian tentang
mekanisme pasti yang mendasari, dalam beberapa tahun terakhir telah banyak
penelitian tentang epigenetik dan bidang ini memberikan harapan dalam pemahaman
mengenai tumorigenesis serta membantu dalam pengembanagn strategi untuk mengobati
dan mencegah kanker.
Metilasi DNA
Mekanisme
epigenetik yang paling banyak dipelajari adalah metilasi DNA. Metilasi DNA
merujuk pada penambahan kovalen dari gugus metil pada posisi 5-Carbon (C5)
dari basa sitosin yang terletak pada 5’ dari basa guanine di dalam dinukleotida
CpG (gambar 3A). Metilasi DNA memiliki peran penting dalam berbagai proses
seluler termasuk ekspresi gen, silencing elemen transposable, dan pertahanan
terhadap sekuens virus (Bird, 2002). Metilasi DNA aberrant terkait erat dengan
berbagai macam kanker pada manusia. Metilasi DNA dimediasi oleh enzim DNA
methyltrasnferase (DNMT) diantaranya DNMT1 yang merupakan enzim utama pada
mamalia yang bertanggung jawab terhadap metilasi pasca replikasi (dikenal
dengan pemelihara metilasi DNA), serta DNMT3A dan 3B bertanggung jawab terhadap
metilasi pada CpG site baru (metilasi de novo). Derajat dan pola metilasi
mengalami perubahan yang dramatis pada masa perkembangan embrionik, yang
dimulai dengan gelombang demetilasi selama fase pembelahan dan metilasi de novo
yang luas setelah fase implantasi embrio (Jaenisch, 1997). Menariknya, terdapat
perbedaan dengan genom maternal di mana hanya mengalami demetilasi sebagian
setelah fertilisasi, demetilasi pada genom laki-laki terjadi secara aktif dan
cepat yang menyebabkan hilangnya hampir semua gugus metil (dalam hitungan jam)
setelah fertilisasi. Studi terbaru mengindikasikan bahwa selama perkembangan
awal embrio metilasi promoter disertai modifikasi histon spesifik yang khas
dari heterokromatin, dan peristiwa epigenetik abnormal selama perkembangan awal
embrio dapat mempengaruhi gen tertentu untuk mengalami metilasi DNA yang
mendorong perkembangan kanker (Schlesinger et
al., 2006).
Modifikasi Histon
Perubahan
posttranslasional dari protein kromatin (histon) merupakan mekanisme epigentik
utama dalam mengatur proses seluler yang menggunakan genom DNA sebagai template
(Loizou et al., 2006). Asetilasi,
metilasi, fosforilasi, dan ubiquitinasi merupakan modifikasi histon utama
(gambar 3B). kombinasi yang mungkin berperan sebagai ‘kode histon’ dan memodulasi
kdoe genetik (Jenuwein & Allis, 2000). Modifikasi histon memainkan peran
yang beragam dalam berbagai proses seluler termasuk transkripsi gen, DNA
repair, rekombinasi dan replikasi DNA, dan deregulasi pada keganasan. Studi
menunjukkan bahwa asetilasi histon dan kompleks protein (Histone Acetyl
Transferase) bertanggung jawab terhadap modifikasi kromatin pada keganasan. HAT
terlibat dalam translokasi kromosom di mana protein fusi yang dihasilkan menunjukkan
‘peningkatan fungsi’ karena perubahan aktivitas HAT pada histon spesifik. Hal
ini dicontohkan oleh gen p300 dan CBP yang mengalami translokasi pada leukemia.
Selain itu, sejumlah protein HAT telah ditemukan pada leukemia dengan
translokasi kromosom, menggaris bawahi pentingnya kontrol ketat dari HAT dan
asetilasi histon untuk mempertahankan homeostasis jaringan. Skrining pada
kanker mengidentifikasi mutasi pada gen HAT, misalnya ditemukan mutasi pada
p300 dan CBP (Santa-Rosa & Caldas, 2005). Hasil ini menunjukkan bahwa HAT
dapat berperan sebagai tumor suppressor gene. Demikian pula, histon deasetilase
(HDAC), enzim yang berperan dalam membuang gugus asetil dari ekor histon,
berperan dalam keseimbangan dinamis dari asetilasi histon. Secara analogi,
deregulasi dari proses ini diyakini berimplikasi pada perkembangan kanker, dan
beberapa tumor suppressor gen seperti pRb (retinoblastoma), APC (adenomatous
polyposis coli), dan p53 mungkin membutuhkan aktivitas HDAC untuk menjalankan
fungsinya (Sengupta et al., 2005).
Metilasi histon terjadi pada residu lisin
dan arginin dengan bantuan enzim histon metiltrasnferase (HMT). Residu lisin
dapat mengalami proses mono-, di’, atai trimetilasi, sedangkan residu arginin
dapat mengalami mono – atau dimetilasi. Hal yang menarik adalah metilasi histon
dapat berkaitan dengan aktivasi atau represi transkripsi, tergantung dari
perubahan lisin/arginin oleh metilasi dan modifikasi histon lainnya pada residu
di sekelilingnya atau bahkan ekor histon yang berbeda. Misalnya, trimetilasi
pada lisin-4 histone H3 berkaitan dengan aktivasi transkripsi dan menciptakan
lokasi ikatan untuk protein dengan kromodomain yang merekrut HAT (Pray-Grant et al., 2005). Demiakian pula metilasi
lisin-36 dan lisin 79 histon H3 mungkin berkaitan dengan kromatin aktif dan
aktivasi transkripsi. Sebaliknya, trimetilasi lisin-9 histon H3 berkontribusi
terhadaop silencing transkripsi dengan merekrut heterochromatin protein 1 (HP1)
dan memicu pembentukan heterokromatin (Junewein & Allis, 2001). Demikian
pula, metilasi lisin-27 histon H3 berkaitan dengan represi transkripsi dan
pemeliharaan kromatin pada keadaan diam atau tidak aktif melalui perekrutan
Polycomb complex (PRC1) (Cao et al.,
2002). Konsisten dengan peran pentingnya dalam kontrol transkripsional berbagai
HMT berperan penting dalam mengatur proliferasi sel dan deregulasi HMT tersebut
terlibat dalam berbagai penyakit termasuk kanker (Sparmann & van Lohuizen,
2006).
Silencing Gen Terkait RNA
Jenis
pewarisan epigenetik ini melibatkan molekul RNA (misalnya interferensi RNA atau
RNA non-koding) dan diketahui memiliki peran penting dalam memelihara
transkripsi gen selama pembelahan sel multiple (Egger et al., 2004). Akumulasi bukti yang ada menunjukkan bahwa
deregulasi dari micor-RNA (miRNA) dikaitkan dengan beberapa tahap inisiasi dan
perkembangan kanker. miRNA merupakan non-coding RNA (ncRNA) yang relatif kecil
(berkisar antara 20 – 22 nukelotida), berasal dari eksisi RNA prekursor yang
lebih panjang (60 – 110 nukleotida) (Calin & Groce , 2006). miRNA berperan
penting dalam proses biologis normal termasuk perkembangan, proliferasi,
diferensiasi, dan kematian sel (Pasquinelli et
al., 2005). Menariknya, miRNA dapatnya bertindak sebagai tumor suprressor
atau onkogen dengan mempengaruhi gen yang terlibat dalam proses biologis yang
penting seperti proliferasi dan diferensiasi. Banyak gen miRNA terletak pada
lokus di dalam genom yang diketahui merupakan lokasi yang rentan terhadap
hilangnya amplifikasi (Zhang et al.,
2006).
Beberapa studi menunjukkan bahwa profil
miRNA berbeda secara signifikan pada kanker dibandingkan dengan jaringan
normal, begitu pula pada berbagai jenis kanker yang berbeda (Volinia et al., 2006). Menariknya, profil miRNA
mengungkapkan pola yang berbeda yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan
kanker berdasarkan garis perkembangan dan status diferensiasi, menggunakan
miRNA yang bermanfaat dalam diagnostic dan prognostik kanker. Studi tentang
kompleksitas mekanisme regulasi oleh miRNA dapat memberikan informasi penting
serta pengetahuan secara keseluruhan tentang biologi kanker (Herceg &
Hainaut, 2007).
Metilasi DNA Aberrant pada Neoplasia
Terdapat
dua bentuk metilasi DNA aberrant yang ditemukan pada kanker manusia: hilangnya
keseluruhan 5-metil-sitosin (hipometilasi global) dan hipermetilasi terkait
promoter gen (spesifik pada CpG-island).
Baik hipometilasi dan hipermetilasi CpG
island ditemukan pada semua jenis kanker. Meskipun konsekuensi pasti dari
hipometilasi global pada genom masih diperdebatkan (aktivasi proto-onkogen
seluler, induksi instabilitas kromosom), hipermetilasi promoter gen berkaitan
dengan inaktivasi gen (Feinberg & Tycko, 2004). Dengan demikian, metilasi
DNA dapat berperan dalam perkembangan neoplasia oleh hipermetilasi promoter
yang menyebabkan silencing dari tumor suppressor gen, dan hipometilasi global
secara parallel memicu reaktivasi proto-onkogen seluler. Sejumlah
besar penelitian melaporkan bahwa silencing dari tumor suppressor gen serta gen
lain yang berkaitan dengan kanker, merupakan hal yang sentral dalam
perkembangan neoplasia, dan hal tersebut dapat terjadi melalui hipermetilasi
tanpa adanya perubahan genetik sebelumnya (Herceg & Hainaut, 2007).
Hipermetilasi Promoter p16INK4a
(CDKN2A)
Upaya
yang signifikan telah dilakukan untuk menemukan gen target epigenetik yang
cocok sebagai diagnosis dini, penilaian risiko, dan pencegahan kanker. Gen
tersebut dapat menjadi target hipermetilasi DNA pada awal perkembangan tumor,
dalam prosentase kasus yang tinggi, dan jenis kanker yang spesifik. Pada
sebagian besar kasus, gen p16-INK4a (CDKN2A) tampaknya memenuhi kriteria
tersebut. P16-INK4a adalah gen yang mengkode tumor suppressor, serta merupakan
gen yang sering mengalami silencing oleh hipermetilasi de novo pada berbagai
jenis kanker.
Gen p16-INK4a terletak pada lokus
kromosom 9, yang memiliki promoter alternatif serta alternative reading frame yang mengkode tumor suppressor p19-ARF
yang tidak saling berkaitan, disebut sebagai regulator positif dari p53 tumor
suppressor gen. Menariknya, tumor suppressor ketiga yaitu p15, inhibitor CDK
(cyclin dependant kinase) lain, diekspresikan dari sekuens genomik yang
berdekatan dengan lokus p16-INK4a/p19-ARF. Ketiga gen tersebut dapat mengalami
silencing melalui mekanisme epigenetik, meskipun hal ini tidak terjadi pada
tingkat yang sama pada jenis tumor yang sama. Protein translasi dari p16-INK4a
telah diketahui sebagai tumor suprressor dan mediator dalam penuaan sel (Gil
& Peters, 2006). Protein p16-INK4a berikatan dan menghambat aktivitas
CDK4/CDK6 sehingga memelihara pRb (hasil translasi dari tumor suppressor gen
retinoblastoma) dalam bentuk tidak terfosforilasi dan menghambat pertumbuhan,
sehingga menghasilkan penghentian siklus sel pada fase G1 (Sherr & Roberts,
1999). Metilasi de novo dari promoter p16-INK4a merupakan salah satu perubahan
epigentik yang paling sering pada berbagai jenis neoplasia. Penekanan p16-INK4a
oleh hipermetilasi promoter mungkin merupakan kejadian awal pada beberapa jenis
kanker sehingga menjadi gen target untuk upaya strategi preventif (Belinsky et al., 2002).
Pemeriksaan biopsi dari stadium squamous cell
carcinoma (SCC) yang berbeda mengungkapkan peningkatan yang progresif dari
metilasi promoter p16-INKA4a. Misalnya, frekuensi metilasi promoter p16-INK4a
meningkat selama progresi kanker paru-paru dari hiperpaslia sel basal
(17%) menjadi metaplasia sel skuamosa
(24%) menjadi karsinoma in situ (50%) menjadi karsinoma sel skuamosa (60%)
(Belinsky, 2004). Meskipun frekuensi yang lebih tinggi (94%) dari metilasi
promoter p16-INK4a ditemukan pada kanker paru-paru tikus yang disebabkan
4-metilnitrosamino-1-(3-piridil)-1-butanon, suatu karsinogen yang terdapat pada
asap tembakau (Belinsky et al.,
1998). Penelitian tentang O(6)-metilguanin-DNA metiltrasnferase (DNMT1), suatu
gen yang berkaitan dengan kanker, juga mengungkapkan prevalensi metilasi yang
tinggi (51%) yang meningkat seiring dengan stadium tumor, akan tetapi berbeda
dengan p16-INK4a yang terjadi pada stadium akhir dari adenocarcinoma dan tidak
berkorelasi dengan paparan asap tembakau (Pulling et al., 2004). Dengan demikian, peningkatan yang progresif dan
insidensi yang tinggi dari metilasi p16-INK4a serta kesesuaiannya dengan
perubahan morfologis dalam perkembangan dan progresi SCC membuat perubahan
epigenetik tersebut cocok untuk diagnosis awal dan penilaian risiko.
Perubahan Epigenetik sebagai Biomarker
Klinis dan Penilaian Risiko
Pada berbagai jenis tumor, gejala biasanya
tidak muncul hingga tumor primer menginvasi jaringan sekitarnya atau metastasis,
dengan demikian terlambatanya presentasi dari proses neoplastik menyebabkan
kesulitan deteksi kanker pada waktu yang tepat, menyebabkan mortalitas yang
tinggi. Penemuan biomarker epigenetik dengan demikian mungkin sangat berguna
untuk deteksi dini dan pencegahan kanker. Pasien kanker menunjukkan peningkatan
jumlah sel bebas DNA pada plasma atau serum. Selain perubahan genetik,
perubahan epigenetik dapat ditandai pada DNA yang bersirkualasi dari jenis
tumor yang berbeda, dan perubahan tersebut dapat digunakan untuk deteksi tumor
yang sensitif dan spesiifk dari asam nukleat di dalam sirkulasi. Hingga
sekarang, asam nukleat yang berkaitan dengan tumor telah terdeteksi di dalam
plasma atau serum pasien dan kesuksesan deteksi biomarker epigenetik pada DNA
yang bersirkulasi telah membuka kemungkinan baru dalam deteksi dan penilaian
risiko kanker. Sejumlah gen yang berkaitan dengan kanker telah ditemukan
mengalami metilasi di dalam DNA plasma/serum. Gen tersebut antara lain
p16-INK4a, p15-INK4b, RASSF1A, MLH1, GSTP1, CDH1, APC, dan DAPK1 di mana
merupakan gen yang paling sering ditemukan mengalami metilasi pada DNA
sirkulasi (Laird, 2003). Selain itu, deteksi yang efisien dari gen termetilasi
yang berkaitan dengan tumor dalam DNA sirkulasi telah dilaporkan secara luas
pada berbagai jenis kanker termasuk kanker kepala dan leher, kanker esofagus,
kanker paru-paru, kanker gaster, kanker hati, kanker, prostat, dan kanker
kolorektal (Bazan et al., 2006).
Selain DNA sirkulasi pada plasma/serum, perubahan epigenetik juga dapat
terdeteksi pada cairna tubuh yang lain seperti urin, sputum, dan cairan
payudara (Laird, 2003).
Beberapa penelitian terhadap metilasi pada
cairan tubuh (misalnya plasma dan urin) dari pasien kanker melaporkan cakupan
diagnostik 100% menggunakan panel sedikitnya 4 gen (Dulaimi et al., 2004). Oleh karena itu, metilasi
dari beberapa promoter gen dan cairan tubuh sangat berkaitan dengan kanker pada
manusia, sensitifitas klinis dari metode untuk mendeteksi metilasi biomarker
pada cairan tubuh dapat diitngkatkan dengan menggunakan beberapa penanda epigenetik
lainnya. Selain penggunaan metilasi DNA sirkulasi sebagai biomarker, dua studi
yang lain telah memberikan gambaran tentang apa yang biasa menjadi kegunaan dari
pola modifikasi histon pada seting klinis dan penilaian risiko (Fraga et al., 2005). Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memberikan infromasi yang lebih detail mengenai kemungkinan
penggunaan modifikasi histon sebagai biomarker, khususnya di era diagnostik
molekuler, deteksi dini, dan prognosis.
CpG Island Methylator Phenotype (CIMP)
Penelitian
tentang metilasi DNA yang melibatkan berbagai gen mengungkapkan bahwa beberapa
jenis kanker menunjukkan metilasi secara bersamaan pada kelompok gen yang
berkaitan dengan kanker. Untuk mendefinisikan fenomena tersebut, Jean-Pierre Issa
menciptakan istilah CpG island methylator
phenotype atau fenotip metilator CpG island (CIMP), yang paling jelas pada
kanker kolorektal di mana ditemukan kanker dengan instabilitas mikrosatelit menunjukkan
prevalensi yang tinggi metilasi pada berbagai promoter gen termasuk p16-INK4a
dan MLH1 yang merupakan mismatch repair gen (Ahuja et al., 1997). Bukti lain mengatakan bahwa tumor dengan
instabilitas mikrosatelit menunjukkan hipermetilasi dan silencing dari gen MLH1
(Kane et al., 1997). Hal ini mengarah
pada proposal bahwa silencing MLH1 yang dimediasi oleh metilasi menyebabkan
instabilitas mikrosatelit. Gagasan ini kemudian didukung oleh penelitian yang
mendemonstrasikaan pembalikan hipermetilasi dengan pengobatan 5-aza-2-deoksitidin
menyebabkan reekspresi dari gen MLH1 dan restorasi kapasitas DNA mismatch
repair (Herman et al., 1998). Studi
yang lain menunjukkan bahwa fenotip CIMP mungkin berkaitan dengan mutasi pada
gen lain misalnya BRAF (Weisenberg et al.,
2006).
Selain itu, beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa terdapat gen lain (termasuk p16-INK4a) yang mengalami
silencing melalui hipermetilasi pada kanker sporadik dengan instabilitas
mikrosatelit (Shen et al., 2003). Penting
untuk dicatat bahwa gen-gen tersebut tidak secara khusus mengalami metilasi
pada kanker yang diwariskan dengan disertai instabilitas mikrosatelit yang berkaitan
dengan mutasi germinal pada DNA mismatch repair gen, dengan demikian
mengesampingkan bahwa penurunan kapasitas dari mismatch repair gen itu sendiri
mendorong hipermetilasi (Yamamoto et al.,
2002). Meskpiun fenotip CIMP telah dipelajari secara ekstensif pada kanker
kolorektal, beberapa studi yang lain juga menunjukkan bahwa fenotip CIMP
mungkin terdapat pada jenis kanker yang lain seperti karsinoma hepatoseluler,
kanker lambung, kanker pankreas, glioblastoma, leukemia, dan kanker padat
(MArsit et al., 2006). Meskipun
demikian, adanya CIMP telah dibantah oleh beberapa studi lain di mana tidak
ditemukan bukti hipermetilasi yang sesuai dari beberapa gen (Slattery et al., 2007). Dengan demikian, tumor
dengan CIMP positif mungkin merepresentasikan subset dari kanker dengan
epigenotip yang berbeda.
Fenotip CIMP mungkin merupakan konsekuensi
dari inaktivasi (mungkin karena mutasi) gen yang terlibat dalam proses metilasi
DNA, dan kemungkinan tersebut memerlukan bukti eksperimnetal lebih lanjut. Agen
spesifik (epimutagen), atau kombinasinya di lingkungan, diet, atau gata hidup
dapat mendorong dan/atau menurunkan resistensi terhadap metilasi aberrant,
sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen dan proses onkogenik. Studi kohort
yang berbasis populasi besar dan case
control mungkin mungkin memberikan peluang yang baik untuk menguji
kontribusi dari paparan epimutagen yang berulang dan kronis di lingkungan dan
nutrisi terhadap fenotip CIMP pada kanker yang spesifik. Meskipun asal ususl
CIMP masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, perbedaan molekuler pada kanker
CIMP positif tampaknya tercermin dalam atribut klinis, histopatologis, dan
epidemiologis (Samowitz et al.,
2005). Mislalnya, kanker dengan CIMP positif menunjukkan rendahnya mutasi p53 tetapi
tingginya frekuensi mutasi KRAS dan BRAF (Weisenberg et al., 2006). CIMP positif berkaitan dengan prognosis yang tidak
lebih baik dibandingkan dengan CIMP negatif. Dengan demikia, fenotip CIMP dapat
digunakan pada seting klinis untuk menilai risiko dan diagnosis atau prognosis
(Herceg & Hainaut, 2007).
Loss of Imprinting (LOI) dan Kanker
Genomic imprinting atau rekam genomik adalah suatu kondisi dari
genom maternal yang dimediasi oleh mekanisme epigenetik selama gametogenesis
memastikan bahwa lokus spesifik secara eksklusif diekspresikan dari genom
maternal atau paternal pada keturunannya (Oakey & Beechy, 2002). Terdapat sekitar
6000 gen yang diperkirakan terekam pada genom manusia dan tikus. Menariknya,
gen yang terekam tidak terdistribusi secara merata di dalam genom, tetapi
tersusun dalam klaster dengan rekam domain berebeda baik pada manusia maupun tikus
(misalnya setengah dari rekam gen tikus berkelompok pada kromosom 7). Rekaman gen
berperan penting dalam perkembangan dan proses seluler, sehingga loss of imprinting (LOI) oleh karene
perubahan epigenetik mengarah pada ekspresi bi-alel abnormal yang mengakibatkan
beberapa sindrom. Ekspresi bi-alel patologis pada beberapa gen yang disebabkan
LOI berkaitan dengan kanker (Feinberg et
al., 2006). Secara umum, signifikansi dari disfungsi epigenetik pada keganasan
diilustrasikan oleh fakta bahwa LOI dan hilangnya inaktivasi X terjadi dalam
frekuensin yang lebih tinggi dibandingkan dengan mutasi genetik (King et al., 1994).
Salah satu contoh yang telah dipelajari
dengan baik mengenai rekaman genomik dan implikasinya pada keganasan adalah
lokus IGF2/H19. Gen H19, yang mengkode nontranslated RNA, secara monoalel
diekspresikan di mana alel paternal normalnya mengalami silencing melalui
hipermetilasi promoter gen. Karena gen H19 terletak sepanjang 100 kilobase di
bagian hilir dari gen IGF2, ekspresi spesifik maternal dari gen H19 menginduksi
silencing dari IGF2 pada cis, menyebabkan
ekspresi monoalel IGF2 dari salinan yang berlawanan (paternal). Dengan
demikian, ekspresi resiprokal dari dua gen ini merupakan mekanisme yang
diregulasi secara ketat, dan ketika promoter H19 mengalami metilasi secara abnormal
pada kedua alel, terjadi ekspresi patologis biparental (hiperekspresi) dari gen
IGF2.
Lokus IGF2/H19 telah diteliti secara
intensif pada keganasan anak-anak misalnya Wilms’ tumor seperti halnya sindrom
pertumbuhan berlebih contohnya Beckwith-Wiedeman syndrome (Feinberg &
Tycko, 2004). Studi yang dilakukan oleh Feinberg pada tahun 2004 mengungkapkan
bahwa neoplasma embrional berkaitan dengan hipermetilasi dan silencing dari gen
H19 yang menghasilkan peningkatan resprokal pada ekspresi IGF2. Hal ini
mengarah pada gagasan peran gatekeeper LOI
pada tumor. Bukti kuat yang mendukung peran gatekeeper
untuk LOI dari IGF2 pada Wilms’ tumor berasal dari penelitian yang menunjukkan
bahwa Beckwith-Wiedemann syndrome, suatu kelainan prenatal pertumbuhan
berlebihan, menjadi predisposisi tumor embrional termasuk WIlms’ tumor.
Diperkirakan LOI dari IGF2 berkontribusi
terhadap sebagian besar (sekitar 50%) dari Wilms’ tumor pada anak-anak (Ravenel et al., 2001). Sejalan dengan peran penting LOI dari IGF2 pada
kanker dewasa, penelitian terbaru mendemonstrasikan epimutasi lokus IGF2/H19
merupakan kejadian epigenetik umum pada dewasa dan berkaitan dengan peningkatan
insidensi 5 kali lebih besar dari kanker kolorektal (Sakatami et al., 2005). Menariknya, disrupsi
rekam gen pada lokus IGF2/H19 ditemukan relatif awal pada perkembangan Wilms’
tumor dan sering pada jaringan normal yang berdekatan atau lesi prekanker pada
ginjal pasien dengan Wilms’ tumor (Moulton et
al., 1994). Beberapa studi menunjukkan bahwa LOI dari IGF2 terjadi secara
frekuen pada jaringan usus besar yang normal secara histologis pada pasien kanker
kolon yang berkaitan dengan LOI (Cui et
al., 1998). Pengamatan penting muncul dari penelitian ini, bahwa LOI dari
IGF2 mengarah pada pergeseran terhadap epitel intestinal yang sedikit
terdiferensiasi baik pada manusia maupun tikus, menggambarkan perubahan
maturasi dari jaringan non neoplastik. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa LOI
mungkin merupakan mekanisme yang frekuen/sering di mana perubahan epigenetik
menjadi predisposisi dari perkembangan kanker. Observasi tersebut, bersama
dengan epigenetik kanker lainnya, memberikan arah pada konsep baru mengenai
perkembangan kanker yang dikenal sebagai model progenitor epigenetik (Feinberg et al., 2006), berlawanan dengan model
klonal genetik yang telah diterima secara luas.
KESIMPULAN DAN PERSPEKTIF
Dalam
beberapa tahun terakhir, pengembangan metode analitik genom secara luas telah
membuka peluang untuk mengidentifikasi perubahan multiple yang terjadi secara
simultan pada ekspresi gen baik pada alterasi genetik atau epigenetik yang
mempengaruhi genom dari sel kanker. Pertanyaan utama yang diajukan oleh
penelitian tersebut adalah untuk menentukan perubahan mana, atau kombinasi dari
perubahan-perubahan tersebut, yang dapat diinterpretasikan sebagai biomarker
yang reliabel untuk memberikan informasi mengenai proses karsinogenesis. Perubahan
molekuler yang terjadi pada tahap awal kanker atau lesi prekursor lebih
cenderung memiliki pengaruh langsung terhadap kejadian kanker dan progresinya
dibandingkan dengan akumulasi perubahan tersebut pada stadium akhir dari
perkembangan kanker. Terdapat banyak perubahan yang dapat dipertimbangkan
sebagai “passenger” yang merepresentasikan gangguan instabilitas genetik dan
genomik menyertai progresi kanker (Herceg & Hainaut, 2007).
Serupa dengan perubahan genetik, perubahan
epigenetik juga terbukti mempengaruhi setiap tahap dari perkembangan kanker,
sehingga, pemahaman tentang perubahan epigenetik berkaitan dengan onset kanker,
progresi, dan metastasis sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dalam diagnosa,
tatalaksana, dan pencegahan kanker. Perubahan epigenetik (mislnya hipermetilasi
promoter spesifik) terjadi lebih awal dan pada frekuensi yang tinggi pada
keganasan yang berbeda, jika dikombinasikan dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk deteksi mungkin dapat digunakan sebagai diagnostik
molekuker dan penilaian risiko kanker. Hingga saat ini, deteksi sensitif dengan
biomarker epigenetik pada DNA yang diekstrak dari plasma/serum atau cairan
tubuh lain telah dibuktikan pada sejumlah besar kanker. Diharapkan biomarker
yang dapat digunakan secara universal tersedia pada seting diagnosis klinis dan
skrining berbasis populasi di masa yang akan datang.
Fitur yang membedakan antara perubahan
epigenetik dengan perubahan genetik adalah mereka bersifat reversibel, sehingga
metilasi DNA aberrant, asetilasi dan metilasi histon merupakan target yang
dapat digunakan untuk pengembangan terapi. Beberapa obat mampu mengubah tingkat
dan pola metilasi DNA atau modifikasi histon, dan obat-obat tersebut masih
berada pada fase uji klinis. Reversibilitas intrinsik dari perubahan epigenetik
juga merupakan peluang untuk pengembangan strategi terbaru dalam pencegahan
kanker. Gambar 4 merangkum kemungkinan perancangan strategi tatalksana dengan
memperhitungkan kontribusi fungsional dari perubahan genetik dan epigenetik
terhadap disrupsi dari mekanisme regulasi yang membentuk “hallmark of cancer”.
Jika dilihat dari sudut pandang ini, penanda molekuler dari masing-masing
kanker terdiri dari perubahan spesifik di mana tumor tertentu menghindar dari
mekanisme regulatoris. Berdasarkan hal ini, maka menjadi mungkin untuk memilih
kombinasi yang tepat dari agen terapi untuk mengembailkan atau memblok
konsekuensi fungsional dari perubahan-perubahan tersebut. Dengan menarget jalur
yang spesifik dan simultan secara multiple, pendekatan tersebut dapat
memberikan efikasi yang lebih besar, dengan efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan terapi sitotoksik konvensional.
Edit: 02 Mei 2020
Referensi:
- Abdel-Rahman, W. M., Mecklin, J. P., Peltomaki, P. 2006. The genetics of HNPCC: application to diagnosis and screening. Critical Reviews in Oncology–Hematology. 58:208–220.
- huja, N., Mohan, A. L., Li, Q., Stolker, J. M., Herman, J. G., Hamilton, S. R., Baylin, S. B., Issa, J. P., 1997. Association between CpG island methylation and microsatellite instability in colorectal cancer. Cancer Research. 57:3370–3374.
- Bazan, V., Bruno, L., Augello, C., Agnese, V., Calo, V., Corsale, S., Gargano, G., Terrasi, M., Schiro, V., Di Fede, G., Adamo, V., Intrivici, C., Crosta, A., Rinaldi, G., Latteri, F., Dardanoni, G., Grassi, N., Valerio, M. R., Colucci, G., Macaluso, M., Russo, A. 2006. Molecular detection of TP53, Ki-Ras and p16INK4A promoter methylation in plasma of patients with colorectal cancer and its association with prognosis. Results of a 3-year GOIM (Gruppo Oncologico dell'Italia Meridionale) prospective study. Annals of Oncology. 17:(Suppl. 7) vii84–vii90.
- Belinsky, S.A. 2004. Gene-promoter hypermethylation as a biomarker in lung cancer. Nature Reviews Cancer. 4:707–717.
- Belinsky, S. A., Nikula, K. J., Palmisano, W. A., Michels, R., Saccomanno, G., Gabrielson, E., Baylin, S. B., Herman, J. G. 1998. Aberrant methylation of p16(INK4a) is an early event in lung cancer and a potential biomarker for early diagnosis. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 95:11891–11896.
- Belinsky, S. A., Palmisano, W. A., Gilliland, F. D., Crooks, L. A., Divine, K. K., Winters, S. A., Grimes, M. J., Harms, H. J., Tellez, C. S., Smith, T. M., Moots, P. P., Lechner, J. F., Stidley, C. A., Crowell, R.E. 2002. Aberrant promoter methylation in bronchial epithelium and sputum from current and former smokers. Cancer Research. 62:2370–2377.
- Bielas, J. H., Loeb, K. R., Rubin, B. P., True, L. D., Loeb, L. A. 2006. Human cancers express a mutator phenotype. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 103:18238–18242.
- Calin, G.A. & Croce, C.M. 2006. MicroRNA signatures in human cancers. Nature Reviews Cancer. 6:857–866.
- Cao, R., Wang, L., Wang, H., Xia, L., Erdjument-Bromage, H., Tempst, P., Jones, R. S., Zhang, Y. 2002. Role of histone H3 lysine 27 methylation in polycomb-group silencing. Science. 298:1039–1043.
- Cui, H., Horon, I. L., Ohlsson, R., Hamilton, S. R., Feinberg, A. P. 1998. Loss of imprinting in normal tissue of colorectal cancer patients with microsatellite instability. Nature Medicine. 4:1276–1280.
- Dulaimi, E., Uzzo, R. G., Greenberg, R. E., Al-Saleem, T., Cairns, P. 2004. Detection of bladder cancer in urine by a tumor suppressor gene hypermethylation panel. Clinical Cancer Research. 10:1887–1893.
- Egger, G., Liang, G., Aparicio, A., Jones, P. A. 2004. Epigenetics in human disease and prospects for epigenetic therapy. Nature. 429:457–463.
- Elenbaas, B., Spirio, L., Koerner, F., Fleming, M. D., Zimonjic, D. B., Donaher, J. L., Popescu, N. C., Hahn, W. C., Weinberg, R. A. 2001. Human breast cancer cells generated by oncogenic transformation of primary mammary epithelial cells. Genes and Development. 15:50–65.
- Fearon, E. R. & Vogelstein, B. 1990. A genetic model for colorectal tumorigenesis. Cell. 61:759–767.
- Feinberg, A. P., Ohlsson, R., Henikoff, S. 2006. The epigenetic progenitor origin of human cancer. Nature Reviews. 7:21–33.
- Feinberg, A. P. & Tycko, B. 2004. The history of cancer epigenetics. Nature Reviews in Cancer. 4:143–153.
- Forbes, S., Clements, J., Dawson, E., Bamford, S., Webb, T., Dogan, A., Flanagan, A., Teague, J., Wooster, R., Futreal, P. A., Stratton, M.R. 2006. Cosmic 2005. British Journal of Cancer. 94:318–322.
- Fraga, M. F., Ballestar, E., Villar-Garea, A., Boix-Chornet, M., Espada, J., Schotta, G., Bonaldi, T., Haydon, C., Ropero, S., Petrie, K., Iyer, N. G., Perez-Rosado, A., Calvo, E., Lopez, J. A., Cano, A., Calasanz, M. J., Colomer, D., Piris, M. A., Ahn, N., Imhof, A., Caldas, C., Jenuwein, T., Esteller, M. 2005. Loss of acetylation at Lys16 and trimethylation at Lys20 of histone H4 is a common hallmark of human cancer. Nature Genetics. 37:391–400.
- Garnis, C., Buys, T. P., Lam, W. L. 2004. Genetic alteration and gene expression modulation during cancer progression. Molecular Cancer. 3:9.
- Gormally, E., Caboux, E., Vineis, P., Hainaut, P. 2007. Circulating free DNA in plasma or serum as biomarker of carcinogenesis: practical aspects and biological significance. Mutation Research. 635:105-117.
- Gormally, E., Vineis, P., Matullo, G., Veglia, F., Caboux, E., Le Roux, E., Peluso, M., Garte, S., Guarrera, S., Munnia, A., Airoldi, L., Autrup, H., Malaveille, C., Dunning, A., Overvad, K., Tjonneland, A., Lund, E., Clavel-Chapelon, F., Boeing, H., Trichopoulou, A., Palli, D., Krogh, V., Tumino, R., Panico, S., Bueno-de-Mesquita, H. B., Peeters, P. H., Pera, G., Martinez, C., Dorronsoro, M., Barricarte, A., Navarro, C., Quiros, J. R., Hallmans, G., Day, N. E., Key, T. J., Saracci, R., Kaaks, R., Riboli, E., Hainaut, P. 2006. TP53 and KRAS2 mutations in plasma DNA of healthy subjects and subsequent cancer occurrence: a prospective study. Cancer Research. 66:6871–6876.
- Hanahan, D., & Weinberg, R. A. 2000. The hallmarks of cancer. Cell. 100:57–70.
- Herceg, Z., & Hainaut, P. 2007. Genetic and epigenetic alterations as biomarkers for cancer detection, diagnosis and prognosis. Molecular oncology. 1(1):26–41.
- Herman, J. G., Umar, A., Polyak, K., Graff, J. R., Ahuja, N., Issa, J. P., Markowitz, S., Willson, J. K., Hamilton, S. R., Kinzler, K. W., Kane, M. F., Kolodner, R. D., Vogelstein, B., Kunkel, T. A., Baylin, S. B. 1998. Incidence and functional consequences of hMLH1 promoter hypermethylation in colorectal carcinoma. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 95:6870–6875.
- Jackson, P. E., Kuang, S. Y., Wang, J. B., Strickland, P. T., Munoz, A., Kensler, T. W., Qian, G. S., Groopman, J. D. 2003. Prospective detection of codon 249 mutations in plasma of hepatocellular carcinoma patients. Carcinogenesis. 24:1657–1663.
- Jaenisch, R. 1997. DNA methylation and imprinting: why bother?. Trends in Genetics. 13:323–329.
- Jenuwein, T. & Allis, C.D. 2001. Translating the histone code. Science. 293:1074–1080.
- Kane, M. F., Loda, M., Gaida, G. M., Lipman, J., Mishra, R., Goldman, H., Jessup, J. M., Kolodner, R. 1997. Methylation of the hMLH1 promoter correlates with lack of expression of hMLH1 in sporadic colon tumors and mismatch repair-defective human tumor cell lines. Cancer Research. 57:808–811.
- Kim, C. F., Jackson, E. L., Woolfenden, A. E., Lawrence, S., Babar, I., Vogel, S., Crowley, D., Bronson, R. T., Jacks, T. 2005. Identification of bronchioalveolar stem cells in normal lung and lung cancer. Cell. 121:823–835.
- Laird, P.W. 2003. The power and the promise of DNA methylation markers. Nature Reviews in Cancer. 3:253–266.
- Loizou, J. I., Murr, R., Finkbeiner, M. G., Sawan, C., Wang, Z. Q., Herceg, Z. 2006. Epigenetic information in chromatin: the code of entry for DNA repair. Cell Cycle. 5:696–701.
- Marsit, C. J., McClean, M. D., Furniss, C. S., Kelsey, K.T. 2006. Epigenetic inactivation of the SFRP genes is associated with drinking, smoking and HPV in head and neck squamous cell carcinoma. International Journal of Cancer. 119:1761–1766.
- Moulton, T., Crenshaw, T., Hao, Y., Moosikasuwan, J., Lin, N., Dembitzer, F., Hensle, T., Weiss, L., McMorrow, L., Loew, T. 1994. Epigenetic lesions at the H19 locus in Wilms' tumour patients. Nature Genetics. 7:440–447.
- Oakey, R. J. & Beechey, C. V. 2002. Imprinted genes: identification by chromosome rearrangements and post-genomic strategies. Trends in Genetics. 18:359–366.
- Olivier, M., Eeles, R., Hollstein, M., Khan, M. A., Harris, C. C., Hainaut, P. 2002. The IARC TP53 database: new online mutation analysis and recommendations to users. Human Mutation. 19:607–614.
- Olivier, M., Langerod, A., Carrieri, P., Bergh, J., Klaar, S., Eyfjord, J., Theillet, C., Rodriguez, C., Lidereau, R., Bieche, I., Varley, J., Bignon, Y., Uhrhammer, N., Winqvist, R., Jukkola-Vuorinen, A., Niederacher, D., Kato, S., Ishioka, C., Hainaut, P., Borresen-Dale, A. L. 2006. The clinical value of somatic TP53 gene mutations in 1,794 patients with breast cancer. Clinical Cancer Research. 12:1157–1167.
- Paez, J. G., Janne, P. A., Lee, J. C., Tracy, S., Greulich, H., Gabriel, S., Herman, P., Kaye, F. J., Lindeman, N., Boggon, T. J., Naoki, K., Sasaki, H., Fujii, Y., Eck, M. J., Sellers, W. R., Johnson, B. E., Meyerson, M. 2004. EGFR mutations in lung cancer: correlation with clinical response to gefitinib therapy. Science. 304:1497–1500.
- Pasquinelli, A. E., Hunter, S., Bracht, J. 2005. MicroRNAs: a developing story. Current Opinion in Genetics and Development. 15:200–205.
- Pulling, L. C., Vuillemenot, B. R., Hutt, J. A., Devereux, T. R., Belinsky, S. A. 2004. Aberrant promoter hypermethylation of the death-associated protein kinase gene is early and frequent in murine lung tumors induced by cigarette smoke and tobacco carcinogens. Cancer Research. 64:3844–3848.
- Pray-Grant, M. G., Daniel, J. A., Schieltz, D., Yates, J. R., Grant, P. A. 2005. Chd1 chromodomain links histone H3 methylation with SAGA- and SLIK-dependent acetylation. Nature. 433:434–438.
- Samowitz, W. S., Albertsen, H., Herrick, J., Levin, T. R., Sweeney, C., Murtaugh, M. A., Wolff, R. K., Slattery, M.L. 2005. Evaluation of a large, population-based sample supports a CpG island methylator phenotype in colon cancer. Gastroenterology. 129:837–845.
- Santos-Rosa, H. & Caldas, C. 2005. Chromatin modifier enzymes, the histone code and cancer. European Journal of Cancer. 41:2381–2402.
- Schedin, P., & Elias, A. 2004. Multistep tumorigenesis and the microenvironment. Breast Cancer Research. 6:93–101.
- Schlesinger, Y., Straussman, R., Keshet, I., Farkash, S., Hecht, M., Zimmerman, J., Eden, E., Yakhini, Z., Ben-Shushan, E., Reubinoff, B. E., Bergman, Y., Simon, I., Cedar, H. 2006. Polycomb-mediated methylation on Lys27 of histone H3 pre-marks genes for de novo methylation in cancer. Nature Genetics.
- Sengupta, S., Shimamoto, A., Koshiji, M., Pedeux, R., Rusin, M., Spillare, E. A., Shen, J. C., Huang, L. E., Lindor, N. M., Furuichi, Y., Harris, C. C. 2005. Tumor suppressor p53 represses transcription of RECQ4 helicase. Oncogene. 24:1738–1748.
- Shen, L., Kondo, Y., Hamilton, S. R., Rashid, A., Issa, J. P. 2003. P14 methylation in human colon cancer is associated with microsatellite instability and wild-type p53. Gastroenterology. 124:626–633.
- Sherr, C. J. & Roberts, J. M. 1999. CDK inhibitors: positive and negative regulators of G1-phase progression. Genes and Development. 13:1501–1512.
- Shigematsu, H. & Gazdar, A. F. 2006. Somatic mutations of epidermal growth factor receptor signaling pathway in lung cancers. International Journal of Cancer. 118:257–262.
- Slattery, M. L., Curtin, K., Sweeney, C., Levin, T. R., Potter, J., Wolff, R. K., Albertsen, H., Samowitz, W. S. 2007. Diet and lifestyle factor associations with CpG island methylator phenotype and BRAF mutations in colon cancer. International Journal of Cancer. 120:656–663.
- Sparmann, A. & van Lohuizen, M. 2006. Polycomb silencers control cell fate, development and cancer. Nature Reviews in Cancer. 6:846–856.
- Sugimura, T., Terada, M., Yokota, J., Hirohashi, S., Wakabayashi, K. 1992. Multiple genetic alterations in human carcinogenesis. Environmental Health Perspectives. 98:5–12.
- Takano, T., Ohe, Y., Sakamoto, H., Tsuta, K., Matsuno, Y., Tateishi, U., Yamamoto, S., Nokihara, H., Yamamoto, N., Sekine, I., Kunitoh, H., Shibata, T., Sakiyama, T., Yoshida, T., Tamura, T. 2005. Epidermal growth factor receptor gene mutations and increased copy numbers predict gefitinib sensitivity in patients with recurrent non-small-cell lung cancer. Journal of Clinical Oncology. 23:6829–6837.
- Volinia, S., Calin, G. A., Liu, C. G., Ambs, S., Cimmino, A., Petrocca, F., Visone, R., Iorio, M., Roldo, C., Ferracin, M., Prueitt, R. L., Yanaihara, N., Lanza, G., Scarpa, A., Vecchione, A., Negrini, M., Harris, C. C., Croce, C. M. 2006. A microRNA expression signature of human solid tumors defines cancer gene targets. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 103:2257–2261.
- Wang, Y. C., Hsu, H. S., Chen, T. P., Chen, J. T. 2006. Molecular diagnostic markers for lung cancer in sputum and plasma. Annals of the New York Academy of Sciences. 1075:179–184.
- Weisenberger, D. J., Siegmund, K. D., Campan, M., Young, J., Long, T. I., Faasse, M. A., Kang, G. H., Widschwendter, M., Weener, D., Buchanan, D., Koh, H., Simms, L., Barker, M., Leggett, B., Levine, J., Kim, M., French, A. J., Thibodeau, S. N., Jass, J., Haile, R., Laird, P. W. 2006. CpG island methylator phenotype underlies sporadic microsatellite instability and is tightly associated with BRAF mutation in colorectal cancer. Nature Genetics. 38:787–793.
- Yamamoto, H., Min, Y., Itoh, F., Imsumran, A., Horiuchi, S., Yoshida, M., Iku, S., Fukushima, H., Imai, K. 2002. Differential involvement of the hypermethylator phenotype in hereditary and sporadic colorectal cancers with high-frequency microsatellite instability. Genes, Chromosomes and Cancer. 33:322–325.
- Zhang, L., Huang, J., Yang, N., Greshock, J , Megraw, M. S., Giannakakis, A., Liang, S., Naylor, T. L., Barchetti, A., Ward, M. R., Yao, G., Medina, A., O'Brien-Jenkins, A., Katsaros, D., Hatzigeorgiou, A., Gimotty, P. A., Weber, B. L., Coukos, G. 2006. microRNAs exhibit high frequency genomic alterations in human cancer. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 103:9136–9141.
Nice brader😁
ReplyDelete